MAKALAH
PERPAJAKAN
Tentang
PAJAK
PENGHASILAN UMUM (PPh)
OLEH :
KELOMPOK 2
ELAWATI : 1313060280
HIJRATUL HUSNA : 1313060213
ANNISYA : 1313060213
RESTY MULYA : 1313060141
ISRAFIKA
HANDESNO : 1313060049
DOSEN PEMBIMBING
:
PUSPITA RAMA
NOPIANA, SE, MM, Akt, Ca
JURUSAN EKONOMI
ISLAM
FAKULTAS
SYARI’AH
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI (IAIN)
IMAM BONJOL
PADANG
TA. 2015 M/ 1437
H
1.1
LATAR BELAKANG
Kata
“Pajak Penghasilan” mengandung dua pengertian yang disatukan dengan lainnya.
Pengertian pertama mengenai arti “pajak” itu sendiri dan pengertian kedua
mengenai arti “penghasilan”. Pengertian pajak
secara bebas dapat dilakukan sebagai suatu kewajiban
kenegaraan berupa penganbdian
serta peran aktif warga Negara dan anggota masyarakat untuk membiayai berbagai
keperluan Negara yang berupa Pembangunan Nasional yang pelaksanaannya diatur
dalam Undang-undang dan Peraturan-peraturan untuk tujuan kesejahteraan bangsa
dan Negara. Sedangkan penghasilan adalah jumlah uang yang diterima atas usaha yang dilakukan orang perorangan,
badan dan bentuk usaha lainnya yang dapat digunakan untuk aktivitas ekonomi
seperti mengkonsumsi dan atau menimbun serta menambah kekayaan.
Menurut
Pasal 4 ayat 1 UU PPh No. 17 Tahun 2000, yang dimaksudkan dengan penghasilan
yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomisyang diterima atau diperoleh Wajib
pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yag dapat
dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib pajak yang
bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
Jadi
pengertian Pajak Penghasilan and alah suatu pungutan resmi yang ditujukan
kepada masyarakat yang berpenghasilan atau atas penghasilan yang diterima dan
diperolehnya dalam tahun pajak untuk kepentingan Negara dan masyarakat dalam
hidup berbangsa dan bernegara sebagai suatu kewajiban yang harus
dilaksanakannya. Yang dimaksud dengan Objek Pajak penghasilan yang sesuai
dengan pasal 4 di atas adalah penghasilan yang merupakan tambahan kemampuan
ekonomis dan yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kewajiban
Wajib Pajak. Dengan kata lain jika
penghasilan yang diterima bukan merupakan tambahan kemampuan ekonomis atau
tidak dapat menambah kekayaan Wajib Pajak,maka penghasilan tersebut adalah
bukan objek pajak.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apa
pengertian subjek pajak dan wajib pajak penghasilan?
2.
Bagaimana
objek dan non objek pajak penghasilan?
3.
Bagaimana
pengurangan yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan dalam pajak penghasilan?
4.
Bagaimana
tarif umum PPh?
5.
Bagaimana
perhitungan PPh dengan norma perhitungan PPh?
1.3
Tujuan Penulisan
2.
Untuk
mengetahui pengertian subjek pajak dan wajib pajak penghasilan.
3.
Untuk
mengetahui objek dan non objek pajak penghasilan.
4.
Untuk
mengetahui pengurangan yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan dalam pajak
penghasilan.
5.
Untuk
mengetahui tarif umum PPh.
6.
Untuk
mengetahui perhitungan PPh dengan norma perhitungan PPh.
BAB
II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Subjek Pajak dan Wajib Pajak Penghasilan
Pajak
penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau
diperolehnya dalam Tahun pajak. Yang menjadi Subjek Pajak adalah:
1.
a.
Orang Pribadi;
b. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan
yang berhak;
2.
Badan,
terdiri dari perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya,
BUMN/BUMD dengan nama dan bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pension,
perse-kutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial-politik,
atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak
investasi kolektif.
3.
Bentuk
Usaha Tetap (BUT).
Subjek Pajak
dalam negeri yang terdiri dari:
1.
Subjek
pajak dalam negeri yang terdiri dari:
a.
Subjek
Pajak orang pribadi, yaitu:
1)
Orang
pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus
delapan puluh tiga) hari (tidak harus berturut-turut) dalam jangka waktu 12
(dua belas) bulan, atau
2)
Orang
pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat
bertempat tinggal.
b.
Subjek
Pajak badan, yaitu:
Badan berdasarkan kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu
dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
1)
Pembentukannya
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
2)
Pembiayaan
bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah;
3)
Penerimaannya
dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; dan
4)
Pembukuannya
diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional Negara;
c.
Subjek
Pajak warisan, yaitu:
Warisan yang belum dibagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang
berhak.
2.
Subjek
Pajak luar negeri yang terdiri dari:
a.
Orang
pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka
waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui
bentuk usaha tetap di Indonesia; dan
b.
Orang
pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu
12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari
Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk
usaha tetap di Indonesia.
Perbedaan Wajib
Pajak dalam negeri dengan Wajib Pajak luar negeri, antara lain adalah:
Wajib Pajak
dalam negeri
|
Wajib Pajak
luar negeri
|
·
Dikenakan
pajak atas peng-hasilan baik yang diterima atau diperoleh dari Indonesia dan
dari luar Indonesia.
·
Dikenakan
pajak berdasarkan penghasilan neto.
·
Tarif
pajak yang digunakan adalah tariff umum (Tarif UU PPh pasal 17).
·
Wajib
menyampaikan SPT.
|
·
Dikenakan
pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan Indonesia.
·
Dikenakan
pajak berdasarkan penghasilan neto.
·
Tariff
pajak yang digunakan adalah tarif sepadan (tarif UU PPh pasal 26).
·
Tidak
wajib menyampaikan SPT.
|
2.2
OBJEK DAN NON OBJEK PPH
1.
Objek Pajak
Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal
dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi
atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan
dalam bentuk apa pun, termasuk :
1.
Penggantian
atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh
termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang
pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam
bentuk dalam Undang- undang.
2.
Hadiah
dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.
3.
Laba
usaha.
4.
Keuntungan
karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
a)
Keuntungan
karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya
sebagai pengganti saham atau penyertaan modal.
b)
Keuntungan
karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang
diperoleh perseroan, persekutuan, dan badab lainnya.
c)
Keuntungan
karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan,
pengembilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
d)
Keuntunggan
karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang
diberikan kepada keluarga sedaah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan
badan keagamaan, badan pendidikan, badan social termasuk yayasan, koperasi,
atau orang pribadi yyang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada
hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikkan, atau penguasaan di antara
pihak-pihak yang bersangkutan.
e)
Keuntungan
karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan dalam
perusahaan penambangan.
5.
Penerimaan
kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran
tambahan pengembalian pajak.
6.
Bungan
termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena janiman pengembalian uang.
7.
Dividen,
dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi
kepada polis, dan pembagian sisa hasil
usaha koperasi.
8.
Royalti
dan imbalan atas penggunaan hak
9.
Sewa
dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala
11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah
tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah
12. Keuntungan selisih kurs mata uang asing
13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva
14. Premi asuransi
15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang
terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan uasaha atau bebas.
16. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakkan pajak
17. Penghasilan dari usaha berbasis syari’ah
18. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang yang
mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan
19. Surplus Bank Indonesia.
2.
Non Objek Penghasilan
1.
a. Bantuan
Atau Sumbangan, yang termasuk zakat diterima oleh badan amil zakat yang
diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau
disahkan oleh Pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau
sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di
Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan
oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan peraturan pemerintah; dan
b. Harta
Hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu
derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan social termasuk yayasan,
koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan perturan menteri keuangan,
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan.
2.
Warisan
3.
Harta
Termasuk Setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau
sebagai pengganti penyertaan modal
4.
Pengganti
Atau Imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh
dalam bentuk natura dan /atau kenikmatan dari wajib pajak atau pemerintah,
kecuali yang diberikan oleh bukan wajib pajak, wajib pajak yang dikenakan pajak
secara final atau wajib pajak yang menggunakan norma perhitungan khusus (deemed
profit)
5.
Pembayaran
Dari Perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi
kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi
beasiswa
6.
Deviden
atau bagi laba yang diterima atau diperoleh perseroaan terbatas sebagai wajib
pajak dalam negeri , koperasi, badan usaha milik Negara, atau badan usaha milik
daerah, dari pernyataan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat
kedudukan di Indonesia
7.
Iuran
Yang Diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan menteri
keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai
8.
Penghasilan
dari modal yang ditanamkan oleh dana pension sebgaimana dimaksud pada angka 7,
dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan
9.
Bagian
laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroaan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan
kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif
10. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura
berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalakan
usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan
syarat badan pasangan usaha tersebut:
a.
Merupkan
perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam
sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri
keuangan: dan
b.
Sahamnya
tidak diperdagangkan di bursa efek Indonesia
11. Beasiswa yang memenuhi persyratan tertentu yang ketentuannya di
atur lebih lanjut dengan atau berdasarkan
peraturan menteri keuangan
12. Sisa lebih yang diterima atau di peroleh badan atau lembaga nirlaba
yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan
pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidangi, yang
ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan
dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat)
tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih
lanjut dengan atau berdasarkan perturan menteri keuangan;dan
13. Bantuan tau santunan yang dibayarkan oleh badan penyelenggara
jaminan social kepada wajib pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih
lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri keuangan.[1]
2.3
PENGURANGAN YANG DIPERBOLEHKAN DAN TIDAK DIPERBOLEHKAN
1.
Pengurangan Yang Diperbolehkan (Deductible Expensi)
Pasal 6 ayat 1 Undang-undang nomor
36 tahun 2008 menyatakan bahwa besarnya penghasilan kena pajak dalam negeri dan
bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya
untuk mendapatkan, mengaih, dan memelihara penghasilan termasuk:
1.
Biaya
yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha
2.
Penyusutan
atau pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas
pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa
manfaat dari satu tahun
3.
Iuran
kepada dana pension yang pendiriannya telah disahkan oleh menteri keuangan
4.
Kerugian
karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam
perusahaan atau yang dimiliki untuk pendapatan, menagih, dan memelihara
penghasilan
5.
Kerugian
selisih kurs mata uang asing
6.
Biaya
penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia
7.
Biaya
beasiswa, magang dan penelitian
8.
Piutang
yang nyata tidak dapat ditagih
9.
Sumbangan
dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ditetapkan dengan peraturan
pemerintah
10.
Sumbangan
dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang
ketentuannya diatur dengan peraturan pemerintah
11.
Biaya
pembangunan infrastruktur social yang ketentuannya diatur dengan peraturan
pemerintah
12.
Sumbangan
fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan peraturan pemerintah
13.
Sumbangan
dalam rangka pembinaan olahrag yang ketentuannya diatur dalam peraturan
pemerintah[2]
2.
Pengeluaran Yang Tidak
Diperbolehkan
Untuk menentukan besarnya biaya
penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap
tidak boleh dikurangkan dengan hal berikut ini.
a.
Pembagian
laba dengan nama dan dalam bentuk apapun serta deviden, termasuk deviden yang
dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa
hasil usaha koperasi.
b.
Biaya
yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham,
sekutu, atau anggota.
c.
Pembentukan
atau pemupukan dana cadangan, kecuali :
1.
Cadangan
piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan
kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan
perusahaan anjak piutang.
2.
Cadangan
untuk usaha termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial.
3.
Cadangan
penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan.
4.
Cadangan
biaya relamasi untuk uasaha pertambangan.
5.
Cadangan
biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan.
6.
Cadangan
biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha
pengelolahan limbah industri.
d.
Premi
asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna Wajib
Pajak yang bersangkutan.
e.
Penggantian
atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk
natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh
pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan
didaerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang
ditetapkan dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
f.
Jumlah
yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak
yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan
yang dilakukan.
g.
Harta
yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 4 Ayat (3) huruf 1 dan huruf b, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 Ayat (1) huruf i, huruf j, huruf k, huruf l, dan huruf m.
Undang-undang Pajak {Penghasilan serta zakat yang diterima oleh badan amil
zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau
sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di
Indonesia. Yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan
oleh pemerintah , yang ketentuannya diatur dengan berdasarkan Peraturan Pemerintah.
h.
Pajak
Penghasilan, yang dimaksud dengan pajak penghasilan dalam ketentuan ini adalah
Pajak Penghasilan yang terutang oleh Wajib Pajak yang bersangkutan.
i.
Biaya
yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang
yang menjadi tanggungannya.
j.
Gaji
yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer
yang modalnya tidak terbagi atas saham.
k.
Sanksi
administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda
yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan dibidang perpajakan.
Mengacu pada
peraturan pemerintahan Nomor 138 tahun 2000 tentang perhitungan Penghasilan
kena pajak dan Pelunasan Pajak Dalam Tahun Berjalan tanggal 21 Desember 2000
yang berlaku per 1 January 2001 ( pengganti PP Nomor 47 Tahun1994 yang telah
dinyatakan tidak berlaku) mengatur masalah pengeluaran dan biaya dan tidak
boleh dikurangkan. Biaya yang tidak boleh dikurangkan dalam menghitung besarnya
penghasilan kena Pajak Wajib Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap termasuk:
1.
Biaya
untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan
Objek Pajak.
2.
Biaya
untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan pengenaan pajaknya
bersifat final.
3.
Biaya
untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang dikenakan pajak
berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14 dan Norma perhitungan Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
Undang-undang Pajak Pajak Penghasilan (Wajib Pajak tertentu yang tidaj dapat
dihitung berdasarkan Pasal 16 Ayat (1) atau Ayat (3).
4.
Pajak
penghasilan yang ditanggung oleh pemberi penghasilan, kecuali pajak atas
penghasilan sebagaimnana dimaksud dalam Pasal 26 Ayat (1) Undang-undang Pajak
penghasilan tetapi tidak termasuk deviden sepanjang Pajak Penghasilan tersebut
ditambahkan dalam perhitungan dasar untuk pemotongan pajak.[3]
2.4
TARIF UMUM PAJAK PENGHASILAN
1.
Taruif
pajak
Besarnya tarif pajak penghasilan
Berdasarkan ketentuan Pasal 17 Ayat (1) Undang-undang Pajak
Penghasilan, besarnya tarif pajak penghasilan yang diterapkan atas penghasilan
kena pajak bagi wajib pajak dalan negeri dan wajib pajak luar negeri yang
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia melalui suatu bentuk
usaha tetap di Indonesia sebagai berikut :
a.
Untuk
wajib pajak pribadi dalam negeri
Lapisan
Penghasilan Kena Pajak
|
Tarif Pajak
|
Sampai dengan
Rp 50.000.000
|
5%
|
Di atas Rp
50.000.000 Sampai dengan Rp 25.000.000
|
15%
|
Di atas Rp
250.000.000 sampai dengan Rp 500.000.000
|
25%
|
Di atas Rp
500.000.000
|
30%
|
Tarif tertinggi tersebut dapat diturunkan menjadi paling rendah 25%
(dua puluh lima persen) yang pengaturanya melalui Peraturan Pemerintahan.
Perubahan tarif akan diberlakukan secara nasional, dimulai per 1 januari dan
diumumkan selambat-lambatnya 1(satu) bulan sebelum tarif baru berlaku efektif.
Hal tersebut dikemukakan oleh Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia untuk dibahas dalam penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara.
b.
Untuk
wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap ditetapkan dengan tarif
28%. Tarif tersebut menjadi 25% mulai berlaku sejak tahun 2010.
untuk lebih mudahnya diberikan contoh perhitngan pajak terutang
untuk:
1.
Wajib
pajak orang pribadi
Perhitungan kena pajak terutang wajib pajak orang pribadi dengan
jumlah penghasilan kena pajak Rp 600.000.000
Pajak penghasilan terutang:
5% * Rp 50.000.000 Rp
2.500.000
15% * Rp 200.000.000 Rp
30.000.000
25% * Rp 250.000.000 Rp
62.500.000
30%
* Rp 100.000.000 Rp
30.000.000
Total Rp
125.000.000
Untuk
keperluan penerapan tarif pajak penghasilan, jumlah penghasilan kena pajak
dibulatkan kebawah dalam ribuan rupian penuh. Sebagai contoh, diketahui
penghasilan kena pajak sebesar Rp. 5.050.900,- , maka untuk keperluan penerapan
tarif pajak penghasilan, penghasilan kena pajak tersebut dibulatkan menjadi
Rp.5.050.000,-.
2.
Wajib
Pajak Badan
Perhitungan pajak yang terutang untuk wajib pajak badan dalam
negeri dan bentuk usaha tetap dengan jumlah penghasilan kena pajak
Rp.1.250.000,-.
Pajak penghasilan yang terutang:
28% x Rp. 1.250.000.000,- = Rp. 350.000.000,-
2.5
PERHITUNGAN PPH DENGAN NORMA PERHITUNGAN PPH
Penghitungan penghasilan kena pajak
|
Tarif yang
digunakan dapat mengikuti antara lain sebagai berikut :
1.
Tarif
umum
Tarif pajak ini mengikuti tarif pajak yang ditunjukan dalam pasal
17 (lapisan tarif) undang-undang pajak penghasilan
2.
Tarif
khusus
Tarif pajak ini mengikuti tarif pajak yang diterapkan dengan
peraturan pemerintah biasanya ditujukan pada penghasilan tertentu contohnya
deposito yang diikuti pula dengan pengenaanya yang bersifat final
3.
Tarif
sesuai dengan Undang-undang
Tarif ini
sebelumnya untuk menjelaskan bahwa selain tarif sesuai pasal 17 Undang-undang
PPh terdapat pula yang disebutkan dalam pasal 23 Undang-undang PPh ditetapkan
dengan tariff 15% demikian halnya juga tarif pasal 26 dalam Undang-undang PPh ditetapkan
dengan tariff 20%.
Peraturan Pemerintah Nomor 138 tahun 2000 tentang perhitungan
penghasilan kena pajak dan pelunasan pajak penghasilan kena pajak pelunasan
pajak penghasilan dalam tahun berjalan mengatur pula mengenai pengeluaran dan
biaya yang tidak boleh dikurangkan dalam menghitung besarnya penghasilan kena
pajak wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap. [4]
BAB III
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Pajak
penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau
diperolehnya dalam Tahun pajak. Yang menjadi Subjek Pajak adalah: Orang
Pribadi, Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang
berhak, Badan, terdiri dari perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan
lainnya, BUMN/BUMD dengan nama dan bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana
pension, perse-kutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi
sosial-politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk
kontrak investasi kolektif, Bentuk Usaha Tetap (BUT). Objek Pajak Yang menjadi
objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun
dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah
kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun. Non
Objek Penghasilan bantuan atau sumbangan, harta hibahan, Warisan, Harta termasuk
setoran tunai, Pengganti atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa
yang diterima atau Deviden,IuraN, Penghasilan dari modal, Bagian laba yang
diterima atau diperoleh anggota dari perseroaan komanditer yang modalnya tidak
terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk
pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif, Penghasilan yang diterima
atau diperoleh perusahaan modal ventura , Beasiswa Sisa lebih yang diterima
atau di peroleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang
pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, Bantuan tau santunan
yang dibayarkan oleh badan penyelenggara jaminan social kepada wajib pajak
tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan
peraturan menteri keuangan.
DAFTAR PUSTAKA
Waluyo, Perpajakan
Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2008),Edisi 8, .
Siti Resmi, Perpajakan
Teori Dan Kasus, (Jakarta: Salemba Empat. 2014),.
Mardiasmo, Perpajakn,.
(Yogyakarta: C.V Andi Offset,2011).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar