QUIS
PERPAJAKAN
Di
Ajukan Untuk Memenuhi Ujian Akhir Semester
Oleh:
Elawati 1313060280
Dosen
Pembimbing :
Puspita
Rama Nopiana ,SE.MM,Akt
JURUSAN
EKONOMI ISLAM (AKT) FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
IMAM
BONJOL PADANG
1437H
/ 2015 M
PERTANYAAN:
1.
Kelompok subjek dan Objek Pph Pasal 22,23,24,25,26
buatkan dalam sebuah tabel!
2.
Buatkanlah Mekanisme dari pph pasal 22,23,24,25,26!
3.
Buatkanlah tariff pajak pasal 22,23,24,25,26!
4.
Buatlaha perhitungan pph pasal 22,23,24,25,26 untuk
kasus diserahkan pada kasus yang dibahas masing-masing kelompok!
5.
Buatlah perhitungan Phh Final, Ppn dan PPnBM, PBB dan
BPHTB dan Bea Materai untuk soal ditentukan sendiri?
JAWABAN:
1.
KELOMPOK SUBJEK DAN OBJEK
PPH PASAL 22,23,24,25,26 BUATKAN DALAM SEBUAH TABEL!
KETERANGAN
|
OBJEK
|
SUBJEK
|
1. Pasal 22
|
1. Impor barang
2. Pembayaran atas
pembelian yang dilakukan oleh bendahara pemerintah dan kuasa pengguna
anggaran
3. Pembayaran atas
pembelian barang yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP) oleh
bendaraha pengeluaran
4. Pembayaran atas
pembelian barang kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme
pembayaran langsung (LS) yang dilakukan oleh kuasa pengguna anggaran
5. Pembayaran atas
pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya Badan
Usaha Milik Negara
6. Penjualan hasil
industry yang bergerak di bidang usaha industry semen, industry kertas,
industry baja, industry otomotif, dan industry farmasi kepada distributor di
dalam negeri
7. Penjualan kendaraan
bermotor di dalam negeri oleh Agen Tungg Merek (ATPM) Agen Pemegang Merek
(ATM dan Importir umum kendaraan bermotor
8. Penjualan bahan bakar
minyak, bahan bakar gas, dan pelumas oleh produsen atau importer bahan bakar
minyak, bahan bakar gas dan pelumas.
9. Pembelian bahan-bahan
dari pemegang pengumpul untuk keperluan industrinya atau ekspornya oleh
industry dan eksportir yang bergerak dalam sector kehutanan, perkebunan,
pertanian, peternakan dan perikanan
10. Penjualan barang yang
tergolong sangat mewah oleh wajib pajak badan. Adapun barang yang tergolong
sangat mewah.
|
Yang
menjadi subjek pajak pasal 22 yaitu setiap wajib pajak yang melakukan impor,
kecuali yang mendapat fasilitas pembebasan(memperoleh surat keterangan bebas)
|
2. Pasal 23
|
1. Deviden
2. Bunga termasuk
premium, diskonto, dan imbalan, sehubungan dengan pengembalian utang
3. Royalty
4. Hadiah, penghargaan,
bonus dan sejenisnyaselain yang telah dipotong pajak pengasilan adalah
pengahsilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri orang
pribadi yang berasal dari penyelenggara kegiatan sehubungan dengan
pelaksanaan suatu kegiatan
5. Sewa dan pengahsilan
lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain
sehubungan dengan harta yang tidak dikenai pajak penghasilan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 4 ayat (2) UU PPh
6. Imbalan sehubungan
dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa
yang telah dipotong pajak penghasilan sebagaimana dimaksud pasal 21 UU PPh
|
Yang menjadi subjek pajak penghasilan pasal
23 adalah wajib pajak dalam negeri, baik wajib pajak orang pribadi maupun
wajib pajak badan, termasuk bentuk usaha tetap yang menerima penghasilan yang
berasal dari modal, penyertaan jasa atau penyelenggaraan kegiatan yang selain
dipotong PPh 21
|
3. Pasal 24
|
Penghasilan yang berasal dari
luar negeri
|
Wajib pajak dalam negeri terutang pajak
atas seluruh penghasilan, termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh
dari luar negeri.
|
4. Pasal 25
|
1. Pajak Penghasilan
pasal 22, 23, 24
2. Penghasilan Laba BUT
|
1. Orang pribadi
pengusaha tertentu
2. Orang pribadi selain
pengusaha tertentu: kartyawan yang
tidak memiliki usaha sendiri
|
5. Pasal 26
|
1. Deviden
2. Bunga termasuk
premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalikan utang
3. Royalty, sewa dan
penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
4. Imbalan sehubungan
dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan
5. Hadiah dan penghargaan
6. Pensiun dan pembayaran
berkala lainnya
7. Keuntungan karena
pembebasan utang
|
|
2.
MEKANISME PEMUNGUTAN PAJAK
PPH PASAL 22,23,24,25,26
v
Mekanisme PPh Pasal 22
Ø Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) atas
impor barang;
Ø Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai
pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau Lembaga
Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya,, berkenaan dengan pembayaran
atas pembelian barang;
Ø Bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran
atas pembelian barang yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP);
Ø Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau
pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberikan delegasi oleh Kuasa
Pengguna Anggaran (KPA), berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang
kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS);
Ø Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha
industri semen, industri rokok, industri kertas, industri baja, dan industri
otomotif yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil
produksinya di dalam negeri;
Ø Badan Usaha Milik Negara (BUMN),
yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh
negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara
yang dipisahkan, yang meliputi:
1.
PT Pertamina (Persero), PT
Perusahaan Listrik Negara (Persero), PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk.,
PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk., PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.,
PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk., PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., PT
Adhi Karya (Persero) Tbk., PT Hutama Karya (Persero), PT Krakatau Steel
(Persero);
2.
Bank-bank Badan Usaha Milik
Negara,berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan
untuk keperluan kegiatan usahanya.
Ø Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha
industri semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri
farmasi, atas penjualan hasil produksinya kepada distributor di dalam negeri;
Ø Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek
(APM), dan importir umum kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan
bermotor di dalam negeri;
Ø Produsen atau importir bahan bakar minyak,
bahan bakar gas, dan pelumas, atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar
gas, dan pelumas;
Ø Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor
kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan, atas pembelian
bahan-bahan dari pedagang pengumpul untuk keperluan industrinya atau ekspornya.
Ø Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri baja yang
merupakan industri hulu, termasuk industri hulu yang terintegrasi dengan
industri antara dan industri hilir.
Ø Pedagang pengumpul berupa badan atau orang pribadi
yang kegiatan usahanya:
1.
mengumpulkan hasil kehutanan,
perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan; dan
2.
menjual hasil tersebut kepada
badan usaha industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan,
perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan.
3.
v Mekanisme PPh Pasal 23
Tarif
yang dikenakan nilai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau jumlah bruto dari
penghasilan. Ada dua jenis tarif yang dikenakan pada penghasilan yaitu 15% dan
2%, tergantung dari objeknya. Berikut ini adalah daftar tarif dan objek PPh
Pasal 23:
1.
Tarif 15% dari jumlah bruto atas:
a.
Dividen, kecuali pembagian dividen
kepada orang pribadi dikenakan final, bunga dan royalti;
b.
Hadiah dan penghargaan, selain
yang telah dipotong PPh pasal 21;
2.
Tarif 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain yang berkaitan dengan
penggunaan harta kecuali sewa tanah dan/atau bangunan.
3.
Tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa
konstruksi dan jasa konsultan.
4.
Tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa lainnya adalah yang diuraikan
dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 141PMK.03/2015 dan efektif
mulai berlaku pada tanggal 24 Agustus 2015. Berikut ini adalah daftar jasa
lainnya tersebut:
o
Penilai (appraisal);
o
Aktuaris;
o
Akuntansi, pembukuan, dan
atestasi laporan keuangan;
o
Hukum;
o
Arsitektur;
o
Perencanaan kota dan arsitektur landscape;
o
Perancang (design);
o
Pengeboran (drilling) di
bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas) kecuali yang dilakukan oleh
Badan Usaha Tetap (BUT);
o
Penunjang di bidang usaha panas
bumi dan penambangan minyak dan gas bumi (migas);
o
Penambangan dan jasa penunjang
di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan gas bumi (migas);
o
Penunjang di bidang penerbangan
dan bandar udara;
o
Penebangan hutan;
o
Pengolahan limbah;
o
Penyedia tenaga kerja dan/atau
tenaga ahli (outsourcing services);
o
Perantara dan/atau keagenan;
o
Bidang perdagangan surat-surat
berharga, kecuali yang dilakukan Bursa Efek, Kustodian Sentral Efek Indonesia
(KSEI) dan Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI);
o
Kustodian/penyimpanan/penitipan,
kecuali yang dilakukan oleh KSEI;
o
Pengisian suara (dubbing)
dan/atau sulih suara;
o
Mixing film;
o
Pembuatan sarana promosi film,
iklan, poster, foto, slide, klise, banner, pamphlet,
baliho dan folder;
o
Jasa sehubungan dengan software
atau hardware atau sistem komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan
perbaikan.
o
Pembuatan dan/atau pengelolaan website;
o
Internet termasuk sambungannya;
o
Penyimpanan, pengolahan dan/atau
penyaluran data, informasi, dan/atau program;
o
Instalasi/pemasangan mesin,
peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC dan/atau TV Kabel, selain yang
dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan
mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
o
Perawatan/perbaikan/pemeliharaan
mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC dan/atau TV kabel, selain yang
dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan
mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
o
Perawatan kendaraan dan/atau
alat transportasi darat.
o
Maklon;
o
Penyelidikan dan keamanan;
o
Penyelenggara kegiatan atau event
organizer;
o
Penyediaan tempat dan/atau waktu
dalam media massa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian
informasi, dan/atau jasa periklanan;
o
Pembasmian hama;
o
Kebersihan atau cleaning
service;
o
Sedot septic tank;
o
Pemeliharaan kolam;
o
Katering atau tata boga;
o
Freight forwarding;
o
Logistik;
o
Pengurusan dokumen;
o
Pengepakan;
o
Loading dan unloading;
o
Laboratorium dan/atau pengujian
kecuali yang dilakukan oleh lembaga atau institusi pendidikan dalam rangka
penelitian akademis;
o
Pengelolaan parkir;
o
Penyondiran tanah;
o
Penyiapan dan/atau pengolahan
lahan;
o
Pembibitan dan/atau penanaman
bibit;
o
Pemeliharaan tanaman;
o
Permanenan;
o
Pengolahan hasil pertanian,
perkebunan, perikanan, peternakan dan/atau perhutanan;
o
Dekorasi;
o
Pencetakan/penerbitan;
o
Penerjemahan;
o
Pengangkutan/ekspedisi kecuali
yang telah diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Pajak Penghasilan;
o
Pelayanan pelabuhan;
o
Pengangkutan melalui jalur pipa;
o
Pengelolaan penitipan anak;
o
Pelatihan dan/atau kursus;
o
Pengiriman dan pengisian uang ke
ATM;
o
Sertifikasi;
o
Survey;
o
Tester;
o
Jasa selain jasa-jasa tersebut
di atas yang pembayarannya dibebankan pada APBN (Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara) atau APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah).
4.
Bagi Wajib Pajak yang tidak ber-NPWP akan dipotong 100% lebih
tinggi dari tarif PPh Pasal 23.
5.
Jumlah bruto adalah seluruh jumlah penghasilan yang dibayarkan, disediakan
untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah,
subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau
perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau
bentuk usaha tetap, tidak termasuk:
·
Pembayaran gaji, upah,
honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan
pekerjaan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak penyedia tenaga kerja kepada tenaga
kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa;
·
Pembayaran
atas pengadaan/pembelian barang atau material (dibuktikan dengan
faktur pembelian);
·
Pembayaran kepada pihak kedua (sebagai
perantara) untuk selanjutnya dibayarkan kepada pihak ketiga (dibuktikan dengan
faktur tagihan pihak ketiga disertai dengan perjanjian tertulis);
·
Pembayaran penggantian
biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran sebesar jumlah
yang nyata-nyata telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga
(dibuktikan dengan faktur tagihan atau bukti pembayaran yang telah dibayarkan
kepada pihak ketiga).
Jumlah
bruto tersebut tidak berlaku:
·
Atas penghasilan yang dibayarkan
sehubungan dengan jasa katering;
·
Dalam hal penghasilan yang
dibayarkan sehubungan dengan jasa, telah dikenakan pajak yang bersifat
final.
v Mekanisme PPh Pasal 24
a.
Jumlah kredit pajak yang
besarnya paling tinggi sama dengan jumlah pajak yang dibayar atau terutang di
luar negeri, tetapi tidak boleh melebihi jumlah tertentu
b.
Jumlah tertentu seperti pada
butir 1 dihitung menurut perbandingan antar penghasilan dari luar negeri
terhadap penghasilan kena pajak di kalikan dengan pajak yang terutang atas
penghasilan kena pajak, paling tinggi sama dengan pajak yang terutang atas
penghasilan kena pajak dalam hal penghasilan kena pajak lebih kecil dari
penghaislan pajak luar negeri
c.
Kemungkinan pengahsilan dari
luar negeri tersebut berasal dari beberapa Negara, maka penghitungan wajib
pajak dilakukan untuk masing-masing negar
d.
Penghasilan kena pajak yang
digunakan sebagai perbandingan (perhatikan butir 2) tidak termasuk penghasilan
yang dikenakan pajak yang bersifat final yang diatur dalam pasal 4 ayat 2 UU
Pajak pengahsilan tentang penghasilan
yang dikenankan pajak bersifat final yaitu diatur dengan peraturan pemerintah
dan atau pengahsilan yang dikenakan pajak tersendiri sebagaimana di atur dalam
pasal 8 ayat 1 dan ayat 4 UU pajak pengahsilan diamna mengatur bahwa seluruh
penghasilan atau kerugian wanita yang telah kawin pada awal tahun pajak atau
awal bagian tahun pajak, demikian halnya kerugian yang berasal dari tahun-tahun
sebelumnya yang belum dikompensasikan di anggap pengahsilan atau kerugian
suaminya.
v Mekanisme PPh Pasal 25
Besarnya
angsuran PPh Pasal 25 dalam tahun berjalan (tahun pajak berikutnya setelah
tahun yang dilaporkan di SPT tahunan PPh) dihitung sebesar PPh yang terutang
pajak tahun lalu, yang dikurangi dengan:
·
Pajak penghasilan yang dipotong
sesuai pasal 21 (yaitu sesuai tarif pasal 17 ayat (1) bagi pemilik NPWP dan
tambahan 20% bagi yang tidak memiliki NPWP) dan pasal 23 (15% berdasarkan
dividen, bunga, royalti, dan hadiah - serta 2% berdasarkan sewa dan penghasilan
lain serta imbalan jasa) - serta pajak penghasilan yang dipungut sesuai pasal
22 (pungutan 100% bagi yang tidak memiliki NPWP);
·
Pajak penghasilan yang dibayar
atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sesuai pasal 24; lalu
dibagi 12 atau total bulan dalam pajak masa setahun.
.
v Mekanisme PPh Pasal 26
1. Atas penghasilan berupa
a.
Deviden
b.
Bunga termasuk premium,
diskonto, dan imbalan sehubngan dengan jaminan pengambilan utang
c.
Royalty, sewa, dan
penghasialan lain sehubungan dengan penggunaan harta
d. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan
kegiatan
e.
Hadiah dan penghargaan
f.
Pensuin dan pembayaran
berkala lainnya
g.
Premi swap dan transaksi
lindung lainnya
h.
Keuntungan karena pembebasan
utang
2. Ata pengahsailan yang berupa:
a. Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia
b. Premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan
asuransi luar negeri
3.
Atas penghasilan yang berupa
penjualan atau pengalihan saham dipotong pph pasal 26 sebesar 20% dari perkiran
penghasilan neto
4.
Atas penghasilan kena pajak
sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha tetap di Indonesia dikenai
pajak 20% , kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali ke indonesia
4.
BUATKANLAH TARIFF PAJAK
PASAL 22,23,24,25,26!
A. Tarif PPh Pasal 22
1.
Atas impor :
o yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API) = 2,5% x
nilai impor;
o non-API = 7,5% x nilai impor;
o yang tidak dikuasai = 7,5% x harga jual lelang.
2.
Atas pembelian barang yang
dilakukan oleh DJPB, Bendahara Pemerintah, BUMN/BUMD = 1,5% x harga pembelian
(tidak termasuk PPN dan tidak final.)
3.
Atas penjualan hasil produksi
ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak, yaitu:
o Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)
o Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)
o Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
o Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)
4.
Atas penjualan hasil produksi
atau penyerahan barang oleh produsen atau importir bahan bakar minyak,gas, dan
pelumas adalah sebagai berikut:
o Pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur/agen, bersifat final.
Selain penyalur/agen bersifat tidak final
5.
Atas pembelian bahan-bahan untuk
keperluan industri atau ekspor dari pedagang pengumpul ditetapkan = 0,25 % x
harga pembelian (tidak termasuk PPN)
6.
Atas impor kedelai, gandum, dan
tepung terigu oleh importir yang menggunakan API = 0,5% x nilai impor.
7.
Atas penjualan
o Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp
20.000.000.000,-
o Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp
10.000.000.000,-
o Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga
pengalihannya lebih dari Rp 10.000.000.000,- dan luas bangunan lebih dari 500
m2.
o Apartemen, kondominium,dan sejenisnya dengan harga jual atau
pengalihannya lebih dari Rp 10.000.000.000,- dan/atau luas bangunan lebih dari
400 m2.
o Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari
10 orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle(suv), multi purpose
vehicle (mpv), minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp
5.000.000.000,- (lima miliar rupiah) dan dengan kapasitas silinder lebih dari
3.000 cc. Sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM.
8.
Untuk yang tidak memiliki NPWP
dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 22.
B. Tarif PPh Pasal 23
Tarif
yang dikenakan nilai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau jumlah bruto dari
penghasilan. Ada dua jenis tarif yang dikenakan pada penghasilan yaitu 15% dan
2%, tergantung dari objeknya. Berikut ini adalah daftar tarif dan objek PPh
Pasal 23:
1.
Tarif 15% dari jumlah bruto atas:
a.
Dividen, kecuali pembagian
dividen kepada orang pribadi dikenakan final, bunga dan royalti;
b.
Hadiah dan penghargaan, selain
yang telah dipotong PPh pasal 21;
2.
Tarif 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain yang berkaitan dengan
penggunaan harta kecuali sewa tanah dan/atau bangunan.
3.
Tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa
konstruksi dan jasa konsultan.
4.
Tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa lainnya adalah yang diuraikan
dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 141PMK.03/2015 dan efektif
mulai berlaku pada tanggal 24 Agustus 2015. Berikut ini adalah daftar jasa
lainnya tersebut:
4.
Bagi Wajib Pajak yang tidak ber-NPWP akan dipotong 100% lebih
tinggi dari tarif PPh Pasal 23.
5.
Jumlah bruto adalah seluruh jumlah penghasilan yang dibayarkan, disediakan
untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah,
subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau
perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau
bentuk usaha tetap, tidak termasuk:
·
Pembayaran gaji, upah,
honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan
pekerjaan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak penyedia tenaga kerja kepada tenaga
kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa;
·
Pembayaran
atas pengadaan/pembelian barang atau material (dibuktikan dengan
faktur pembelian);
·
Pembayaran kepada pihak
kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya dibayarkan kepada pihak ketiga
(dibuktikan dengan faktur tagihan pihak ketiga disertai dengan perjanjian
tertulis);
·
Pembayaran penggantian
biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran sebesar jumlah
yang nyata-nyata telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga
(dibuktikan dengan faktur tagihan atau bukti pembayaran yang telah dibayarkan
kepada pihak ketiga).
Jumlah
bruto tersebut tidak berlaku:
·
Atas penghasilan yang dibayarkan
sehubungan dengan jasa katering;
·
Dalam hal penghasilan yang
dibayarkan sehubungan dengan jasa, telah dikenakan pajak yang bersifat
final.
C.
Tari pph Pasal 24
1.
Tarif 12,5% bagi wajib pajak
badan dengan peredaran bruto tidak melebihi jumlah Rp.4.800.000 seluruh
penghasilan kena pajak dikaliakan tarif 12,5%
2.
Tariff 12.5% untuk sebagian
penghasilan kena pajak dan 25% untuk sebagian pengahsilan kena pajak lainnya bagi
wajib pajak dengan peredaran bruto melebihi Rp.4.800.000 dan tidak melebihi Rp.
50.000.000
3.
Tarif 25% bagi wajib pajak badan
dengan peredaran bruto melebihi jumlah Rp. 50.000.000.
D. Tarif PPh Pasal 25
Terdapat dua (2) jenis pembayaran angsuran
Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh Pasal 25) untuk Wajib Pajak Orang Pribadi
(WPOP), yaitu:
·
Wajib Pajak Orang Pribadi
Pengusaha Tertentu (WP – OPPT), yaitu yang melakukan usaha penjualan barang, baik grosir maupun
eceran, serta jasa – dengan satu atau lebih tempat usaha. PPh 25 bagi OPPT =
0.75% x omzet bulanan tiap masing-masing tempat usaha.
·
Wajib Pajak Orang Pribadi
Selain Pengusaha Tertentu (WP – OPSPT), yaitu pekerja bebas atau karyawan, yang tidak memiliki usaha sendiri.
PPh 25 bagi OPSPT = Penghasilan Kena Pajak (PKP) x Tarif PPh 17 ayat (1) huruf
a UU PPh (12 bulan).
Tarif PPh 17 ayat (1) huruf a UU PPh
adalah:
·
Sampai Rp 50.000.000 = 5%
·
Rp 50.000.000 – Rp
250.000.000 = 15%
·
Rp 250.000.000 – Rp
500.000.000 = 25%
·
Di atas Rp 500.000.000 = 30%
Pembayaran angsuran PPh 25 untuk
Wajib Pajak Badan yaitu = Penghasilan
Kena Pajak (PKP) x 25% (Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf b UU PPh)
E. Tarif untuk Pajak Penghasilan Pasal 26 (PPh Pasal
26)
Tarif
20% (final) atas jumlah bruto dari:
1.
Dividen
2.
Bunga, termasuk premium,
diskonto, insentif yang terkait dengan jaminan pembayaran pinjaman
3.
Royalti, sewa, dan pendapatan
lain yang terkait dengan penggunaan aset
4.
Insentif yang berkaitan dengan
jasa, pekerjaan, dan kegiatan
5.
Hadiah dan penghargaan
6.
Pensiun dan pembayaran berkala
7.
Premi swap dan transaksi lindung
lainnya
8.
Perolehan keuntungan dari
penghapusan utang
Tarif
20% (final) dari laba bersih yang diharapkan dari:
1.
Pendapatan dari penjualan aset
di Indonesia
2.
Premi asuransi, premi reasuransi
yang dibayarkan langsung maupun melalui pialang kepada perusahaan asuransi di
luar negeri.
Tarif
20% (final) dari laba bersih yang diharapkan selama penjualan atau
pengalihan saham perusahaan antara perusahaan media atau perusahaan tujuan
khusus yang didirikan atau bertempat di negara yang memberikan perlindungan
pajak yang memiliki hubungan khusus untuk suatu entitas atau bentuk usaha tetap
(BUT) didirikan di Indonesia.
Tarif
20% yang dipungut dari penghasilan kena pajak setelah dikurangi dengan pajak,
suatu bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia, kecuali penghasilan tersebut
ditanamkan kembali di Indonesia.
Tingkat
berdasarkan tax treaty (perjanjian pajak) yang dikenal sebagai
JGI Penghindaran Pajak berganda (P3B) antara Indonesia dan negara-negara lain
yang berada dalam perjanjian, mungkin berbeda satu sama lain. Tarif mereka
biasanya mengurangi tingkat dari tarif biasa 20%, dan beberapa mungkin memiliki
tarif 0%.
4.
BUATLAHA PERHITUNGAN PPH
PASAL 22,23,24,25,26
PERHITUNGAN PPH PASAL 22
Contoh :
1.
PT. FM adalah produsem
makanan ringan yang memiliki API, pada bulan maret 2009 PT. FM melakukan impor
barang dari Amerika dengan nilai faktur sebesar US$ 150.000,-. Biaya asuransi
yang dibayar adalah US$ 1.500,- dan ongkos angkut adalah US$ 6.000,-. Tarif BEA
masuk adalah 25%. Pungutan lainnya sesuai dengan ketentuan PABEAN adalah Rp.
15.000.000,-. Kurs pajak pada saat melakukan clearance ke pelabuahan adalah
1US$ = Rp.9.000,-. Hitung PPh Pasal 22 yang harus dibayar!
Penyelesaian:
Menentukan Nilai Impor:
Nilai
Faktur
US$
150.000,-
Biaya Asuransi Dalam /
Luar
Negeri
US$ 1.500,-
Biaya Ongkos
Angkut
US$ 6.000,-
Jumlah CIF (Cost
Insurance and
Freight)
US$ 157.500,-
Besarnya nilai CIF
dalam Rupiah adalah:
US$ 157.500,- x Rp.
9.000,-
Rp.1.417.500.000,-Ditambah:
Bea masuk: 25% x Rp.
1.417.500.000,- Rp. 354.375.000,-
Pungutan lainnya
RP. 15.000.000,-
Nilai
Impor
Rp. 1.786.875.000,-
PPh Pasal 22 atas Impor
dari Amerika adalah:
2,50% x Rp. 1.786.875.000,-
=
Rp. 44.671.875,-
2.
PT. Zemen Pekalongan
adalah perusahaan semen nasional. Pada tanggal 15 April 2008 menjual 1000 sak
semen kepada CV Karya Manjur, perusahaan kontraktor property, secara tunai.
Harga jual semen adalah Rp30.000 per sak. Jadi, pada saat penjualan semen
tersebut PT Zemen Pekalongan sudah terutang dan harus memungut PPh Pasal 22
dari CV Karya Manjur.
Penyelesaiannya :
PPh Pasal 22
= 0.25% x 1000 x Rp30.000 =
Rp 75.000
Sifat pemungutan PPh 22
ini tidak final dan dapat menjadi kredit pajak bagi CV Karya Manjur.
3.
Dalam rangka memajukan
pendidikan, pada tanggal 19 April 2009 Pemda Maluku Utara membeli 20 unit
laptop secara kredit dari rekanan pemerintah Toko Tekno Com yang akan
didistribusikan ke sekolah-sekolah di daerah terpencil. Harga laptop tersebut
adalah Rp11.000.000 per unit sudah termasuk PPN. Pemda Maluku Utara baru
membayar pembelian laptop tersebut tanggal 18 Mei 2008. Jadi, pada saat
pembayaran laptop tersebut Pemda Maluku Utara terutang dan harus memungut PPh
Pasal 22 kepada pemungut dari Toko Tekno Com.
Penyelesaiannya :
DPP PPN = x 11.000.000 x
20 =
Rp 200.000.000
PPh Pasal 22 = 1,5% x
Rp200.000.000 =
Rp 3.000.000
4.
PT Penyalur Minyak
Indonesia (PMI) membeli premium dari Pertamina. Dalam hal ini, PMI sebagai
penyalur BBM (SPBU Swastanisasi) memiliki delivery order (DO) dari Pertamina
dengan kuantitas sebanyak 10.000 liter @ Rp 1.600,-. Berapa PPh pasal 22 yang
harus dilunasi oleh PT.PMI?
Penyelesaiannya :
PPh pasal 22 = 0,3% x 10.000
x 1.600 = Rp 48.000,-
5.
PT. Pelesir Jaya
melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah kepada PT. JEN yaitu
penjualan rumah dengan harga Rp12.000.000.000,- dan luas tanahnya 600 m2.
Hitunglah PPh pasal 22 yang dipungut oleh PT. Pelesir Jaya?
Penyelesaiannya :
PPh pasal 22 = 5% x
12.000.000.000 = Rp 600.000.000,
PERHITUNGAN PPH PASAL 23
Contoh:
Penghitungan
Pemotongan/Pemungutan PPh Pasal 23 dan PPN oleh Bendahara Pemerintah Bendahara
melakukan pembayaran atas jasa katering Puspa (NPWP01.123.556.5-063.000) sebesar
Rp3.500.000,-.
Besarnya pemotongan/pemungutan pajak atas pembayaran jasa katering tersebut adalah sebagai berikut:
Pemotongan PPh nya:
Pembayaran atas jasa katering dipotong PPh Pasal 23
PPh Pasal 23 = 2% X 3.500.000
= 70.000
Besarnya pemotongan/pemungutan pajak atas pembayaran jasa katering tersebut adalah sebagai berikut:
Pemotongan PPh nya:
Pembayaran atas jasa katering dipotong PPh Pasal 23
PPh Pasal 23 = 2% X 3.500.000
= 70.000
PERHITUNGAN PPH PASAL 24
Contoh:
1.
PT Butut Nusa Gendis di
Pamulang memperoleh penghasilan neto dalam Tahun 2009 sebagai berikut :
a.
di negara X, memperoleh penghasilan (laba) Rp
1.000.000.000 dengan tarif pajak sebesar 40% (Rp 400.000.000)
b.
di negara Y, memperoleh penghasilan (laba) Rp
3.000.000.000 dengan tarif pajak sebesar 25% (Rp 750.000.000)
c.
di negara Z, menderita kerugian Rp 2.500.000.000
d.
penghasilan usaha di dalam negeri Rp 4.000.000.000
Penghasilan luar negeri :
a. Laba di Negara X Rp. 1.000.000.000
b. Laba di Negara Y Rp. 3.000.000.000
c. Laba di Negara Z Rp. NIHIL
d. Jumlah penghasilan dalam negeri Rp. 4.000.000.000 (+)
Total Penghasilan Rp.
8.000.000.000
PPh terhutang (tarif pasal 17 yang berlaku 1 januari
2009 28% dan 2010 25%)= 28 % x total penghasilan = Rp. 2.240.000.000
Batas maksimum untuk masing masing Negara adalah:
a. Untuk Negara X =
Rp. 1.000.000.000 x Rp.
2.240.000.000 = Rp. 280.000.000
RP. 8.000.000.000
Pajak yang terhutang
diluar negeri sebesar Rp. 400.000.000 lebih besar dari batas maksimum kredit
pajak yang dapat dikreditkan, maka jumlah kredit yang dapat di perkenankan
hanya Rp. 280.000.000
b.
Untuk Negara Y =
Rp. 3.000.000.000 x Rp.
2.240.000.000 = Rp. 840.000.000
Rp. 8.000.000.000
Pajak yang terhutang
diluar negeri sebesar Rp. 750.000.000 lebih kecil dari batas maksimum kredit
pajak yang dapat dikreditkan, maka jumlah kredit yang dapat di perkenankan
adalah Rp. 750.000.000
c. Untuk
Negara Z mengalami kerugian sebesar RP. 250.000.000 (TIDAK DAPAT
DIKOMPENSASIKAN)
Jumlah kredit pajak yang diperkenankan adalah: Rp. 280.000.000 + Rp.
750.000.000 = Rp. 1.030.000.000.
PERHITUNGAN PPH PASAL 25
Contoh:
Jumlah Pajak Penghasilan yang terutang sebesar Rp
50.000.000,00
Data kredit pajak tahun 2009 adalah:
a. Pajak Penghasilan yang dipotong pemberi Kerja ( PPh Pasal 21) Rp 15.000.000,00
b. Pajak Penghasilan yang dipungut oleh pihak lain (PPh Pasal 22) Rp 10.000.000,00
c. Pajak Penghasilan yang dipotong oleh pihak lain (PPh Pasal 23) Rp 2.500.000,00
d. Kredit Pajak Penghasilan luar negeri (PPh Pasal 24) Rp 7.500.000,00
Penghitungan angsuran Pajak Penghasilan pasal 25 tahun 2010 adalah:
Pajak Penghasilan terutang Rp 50.000.000,00
Kredit Pajak:
a. PPh pasal 21 Rp 15.000.000,00
b. PPh pasal 22 Rp 10.000.000,00
c. PPh pasal 23 Rp 2.500.000,00
d. PPh Pasal 24 Rp 7.500.000,00
Jumlah Kredit Pajak Rp 35.000.000,00
Pajak Penghasilan yang harus dibayar Rp 15.000.000,00
Data kredit pajak tahun 2009 adalah:
a. Pajak Penghasilan yang dipotong pemberi Kerja ( PPh Pasal 21) Rp 15.000.000,00
b. Pajak Penghasilan yang dipungut oleh pihak lain (PPh Pasal 22) Rp 10.000.000,00
c. Pajak Penghasilan yang dipotong oleh pihak lain (PPh Pasal 23) Rp 2.500.000,00
d. Kredit Pajak Penghasilan luar negeri (PPh Pasal 24) Rp 7.500.000,00
Penghitungan angsuran Pajak Penghasilan pasal 25 tahun 2010 adalah:
Pajak Penghasilan terutang Rp 50.000.000,00
Kredit Pajak:
a. PPh pasal 21 Rp 15.000.000,00
b. PPh pasal 22 Rp 10.000.000,00
c. PPh pasal 23 Rp 2.500.000,00
d. PPh Pasal 24 Rp 7.500.000,00
Jumlah Kredit Pajak Rp 35.000.000,00
Pajak Penghasilan yang harus dibayar Rp 15.000.000,00
Besarnya angsuran Pajak Penghasilan yang harus
dibayar sendiri setiap bulan untuk tahun 2010 adalah :
Rp. 15.000.000,00 / 12 = Rp. 1.250.000,00.
Rp. 15.000.000,00 / 12 = Rp. 1.250.000,00.
PERHITUNGAN PPH PASAL 26
Contoh
Kasus
Atas Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari bentuk usaha tetap di Indonesia dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen).
Atas Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari bentuk usaha tetap di Indonesia dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen).
Penghasilan
Kena Pajak bentuk usaha tetap
di Indonesia dalam tahun 2013 |
Rp20.500.000.000,00
|
Pajak
Penghasilan:
25% x Rp20.500.000.000,00 = |
Rp
5.125.000.000,00 (-)
|
Penghasilan
Kena Pajak setelah pajak
|
Rp15.375.000.000,00
|
Pajak
Penghasilan Pasal 26 yang terutang :
20% x Rp15.375.000.000 |
Suatu
perusahaan penyewaan gedung kantor, PT Cunha, mengasuransikan bangunan
bertingkat ke perusahaan asuransi di luar negeri dengan membayar jumlah premi
selama tahun 1995 sebesar Rp1 Miliar.
Perkiraan penghasilan = 50% x Rp1 Miliar = Rp500.000.000,-
PPh Pasal 26 = 20% x Rp500.000.000,- = Rp100.000.000,- (10% x Rp1 Miliar)
* Jika PT Cunha mengasuransikan kepada perusahaan asuransi di dalam negeri, PT Handoko, dengan membayar jumlah premi yang sama sebesar Rp1 Miliar, dan kemudian PT Handoko mereasuransikan sebagian polis asuransi tersebut kepada perusahaan asuransi luar negeri dengan membayar premi sebesar Rp500 juta.
Perkiraan penghasilan neto = 10% x Rp500 juta = Rp50.000.000,-
PPh Pasal 26 yang wajib dipotong oleh PT Handoko adalah = 20% x Rp50 juta = Rp10.000.000,- (2% x Rp500.000.000,-)
5.
BUATLAH PERHITUNGAN PHH
FINAL, PPN DAN PPNBM, PBB DAN BPHTB DAN BEA MATERAI UNTUK SOAL DITENTUKAN
SENDIRI?
1.
PPH FINAL
Agus Hidayat menjalankan usaha bengkel reparasi
motor sekaligus menjual suku cadangnya. Agus Hidayat yang telah terdaftar
sebagai Wajib Pajak sejak tahun 2009 memiliki 2 (dua) buah bengkel yang berada
di wilayah yang berbeda, yakni bengkel A terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak
(KPP) X dan bengkel B terdaftar di KPP Y. Berdasarkan pencatatannya selama
tahun 2013 masing-masing bengkel tersebut memiliki peredaran bruto sebagai
berikut:
Peredaran bruto bengkel A = Rp 100.000.000,00
Peredaran bruto bengkel A = Rp 100.000.000,00
Peredaran bruto bengkel B = Rp 150.000.000,00
Peredaran bruto yang dijadikan dasar penentuan tarif PPh yang bersifat final adalah jumlah peredaran bruto bengkel A dan bengkel B yakni sebesar Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).
Karena total peredaran. bruto selama tahun 2013 kurang dari Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) maka atas penghasilan dari usaha yang diterima oleh Agus Hidayat pada tahun 2014 dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar 1% (satu persen) dari peredaran bruto.
Misalkan pada bulan Januari 2014, Agus Hidayat memperoleh peredaran bruto dari bengkel A sebesar RplO,000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan dari bengkel B sebesar Rpl5.000.000,00 (lima belas juta rupiah), maka paling lambat pada tanggal 17 Februari 2014 (karena tanggal 15 Februari jatuh pada hari Sabtu), Agus Hidayat wajib menyetorkan PPh yang bersifat final sebesar :
a. Bengkel A
PPh = 1% x RplO.000.000,00
= Rp 100.000,00 (dilaporkan ke KPP X)
b. Bengkel B
PPh = l% x Rpl5.000.000,00
= Rp 150.000,00 (dilaporkan ke KPP Y)
Pada bulan Maret 2013 sebuah perusahaan swasta bernama PT Amira Ekspedisi melakukan perawatan dan reparasi 5 (lima) motor milik perusahaan tersebut di bengkel A milik Agus Hidayat. Tagihan yang dibuat kepada PT Amira Ekspedisi atas jasa perawatan dan reparasi tersebut adalah sebesar Rp l.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah). Atas tagihan tersebut PT Amira Ekspedisi melakukan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 2% x Rp l.500,000,00 = Rp30.000,00.
Namun demikian, jika Agus Hidayat telah mendapatkan Surat Keterangan Bebas dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh yang dikeluarkan oleh KPP X, atas pembayaran tagihan tersebut tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 23 oleh PT Amira Ekspedisi.
Peredaran bruto yang dijadikan dasar penentuan tarif PPh yang bersifat final adalah jumlah peredaran bruto bengkel A dan bengkel B yakni sebesar Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).
Karena total peredaran. bruto selama tahun 2013 kurang dari Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) maka atas penghasilan dari usaha yang diterima oleh Agus Hidayat pada tahun 2014 dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar 1% (satu persen) dari peredaran bruto.
Misalkan pada bulan Januari 2014, Agus Hidayat memperoleh peredaran bruto dari bengkel A sebesar RplO,000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan dari bengkel B sebesar Rpl5.000.000,00 (lima belas juta rupiah), maka paling lambat pada tanggal 17 Februari 2014 (karena tanggal 15 Februari jatuh pada hari Sabtu), Agus Hidayat wajib menyetorkan PPh yang bersifat final sebesar :
a. Bengkel A
PPh = 1% x RplO.000.000,00
= Rp 100.000,00 (dilaporkan ke KPP X)
b. Bengkel B
PPh = l% x Rpl5.000.000,00
= Rp 150.000,00 (dilaporkan ke KPP Y)
Pada bulan Maret 2013 sebuah perusahaan swasta bernama PT Amira Ekspedisi melakukan perawatan dan reparasi 5 (lima) motor milik perusahaan tersebut di bengkel A milik Agus Hidayat. Tagihan yang dibuat kepada PT Amira Ekspedisi atas jasa perawatan dan reparasi tersebut adalah sebesar Rp l.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah). Atas tagihan tersebut PT Amira Ekspedisi melakukan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 2% x Rp l.500,000,00 = Rp30.000,00.
Namun demikian, jika Agus Hidayat telah mendapatkan Surat Keterangan Bebas dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh yang dikeluarkan oleh KPP X, atas pembayaran tagihan tersebut tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 23 oleh PT Amira Ekspedisi.
2.
PPN DAN PPnB
Contoh Cara Menghitung PPN dan PPnBM
1.
|
PKP
“A” dalam bulan Januari 2001 menjual tunai Barang Kena Pajak kepada PKB “B”
dengan harga jual Rp. 25.000.000,00
PPN
yang terutang yang dipungut oleh PKP “A” = 10% x Rp. 25.000.000,00 = Rp.
2.500.000,00
PPN
sebesar Rp. 2.500.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh
Pengusaha Kena Pajak “A”.
|
|
2.
|
PKP
“B” dalam bulan Pebruari 2001 melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak dengan
memperoleh Penggantian sebesar Rp. 15.000.000,00
PPN
yang terutang yang dipungut oleh PKP “B” = 10% x Rp. 15.000.000,00 = Rp.
1.500.000,00
PPN
sebesar RP. 1.500.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh
Pengusaha Kena Pajak “B”.
|
|
3.
|
Pengusaha
Kena Pajak “C” mengimpor Barang Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dengan
Nilai Impor sebesar RP. 35.000.000,00
PPN
yang dipungut melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai = 10% x Rp.
35.000.000,00 = Rp. 3.500.000,00
|
|
4.
|
Pengusaha
Kena Pajak “D” menimpor Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah dengan Nilai
Impor sebesar Rp. 50.000.000,00 Barang Kena Pajak yang tergolong mewah
tersebut selain dikenakan PPN juga dikenakan PPnBM misalnya dengan tarif 20%
(dua puluh persen).
Penghitungan
PPN dan PPnBM yang terutang atas impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah
tersebut adalah:
|
|
|
a.
|
Dasar
Pengenaan Pajak Rp. 50.000.000,00
|
|
b.
|
PPN =
10% x Rp. 50.000.000,00 = Rp. 5.000.000,00
|
|
c.
|
PPn BM
= 20% x Rp. 50.000.000,00 = Rp. 10.000.000,00
|
|
Kemudian
PKP “D” menggunakan BKP yang diimpor tersebut sebagai bagian dari suatu BKP
yang atas penyerahannya dikenakan PPN 10% dan PPnBM dengan tarif misalnya 35%
(tiga puluh lima persen).
Oleh
karena PPnBM yang telah dibayar atas BKP yang diimpor tersebut tidak dapat
dikreditkan, maka PPnBM sebesar Rp. 10.000.000,00 dapat ditambahkan ke dalam
harga BKP yang dihasilkan oleh PKP “D” atau dibebankan sebagai biaya.
Misalnya
PKP “D” menjual BKP yang dihasilkannya kepada PKP “X” dengan harga jual Rp.
150.000.000,00 maka penghitungan PPN dan PPnBM yang terutang adalah:
|
|
|
a.
|
Dasar
Pengenaan Pajak Rp. 150.000.000,00
|
|
b.
|
PPN =
10% x Rp. 150.000.000,00 = Rp. 15.000.000,00
|
|
c.
|
PPnBM
=35% x Rp. 150.000.000,00 = Rp. 52.500.000,00
|
|
PKP
“D” dapat mengkreditkan PPN sebesar Rp. 5.000.000,00 yang dibayar pada saat
impor BKP tersebut terhadap PPN sebesar Rp. 15.000.000,00
Sedangkan
PPnBM sebesar Rp. 10.000.000,00 tidak dapat dikreditkan baik dengan PPN
sebesar Rp. 15.000.000,00 maupun dengan PPnBM sebesar Rp. 52.500.000,00
|
3.
PBB dan BPHTB
Contoh
PBB
Wajib Pajak Tuan amir mempunyai sebidang tanah dan
bangunan yang NJOPnya Rp. 20.000.000 dan NJOPTKP untuk Daerah tersebut Rp.
12.000.000, maka besarnya pajak yang terutang adalah:
=0,5% X 20% X (Rp. 20.000.000-Rp. 12.000.000)
=Rp. 8.000
Contoh BPHTB
Perhitungan BPHTB Berdasarkan UU No.21 Tahun 1997
jo. Undang-undang nomor 20 tahun 2000 pasal 8 adalah sebagai berikut:
BPHTB =
Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak X Tarif
=
(NPOP –NPOPTKP) X 5%
Contoh:
Tuan Budi membeli tanah dan bangunan denga NPOP Rp.
70.000.000 Sedangkan NPOPTKP Yang berlaku dikabupaten atau kota tersebut Rp.
60.000.000
NPOP =
Rp. 70.000.000
NPOPTKP =
Rp. 60.000.000 -
NPOPKP =
Rp. 10.000.000
BPHTB yang terutang Rp. 10.000.000 X 5% = Rp. 500.000
4.
BEA MATREI
A. Dokumen-dokumen
yang dikenakan tariff bea materai Rp. 3.000 adalah:
1.
Surat dokumen yang memuat jumlah uang lebih dari Rp.
250.000 dan tidak lebih dari Rp. 1.000.000
2.
Surat beharga seperti wesel, promes, aksep yang
mempunyai harga nominal lebih dari Rp. 250.000 tetapi tidak lebih dari
Rp.1.000.000
3.
Efek dalam nama dan dalam bentuk apapun yang
mempunyai harga nominal Rp.250.000 tetapi tidak lebih dari Rp. 1000.000
4.
Cek dan bilyet giro tanpa batasan nilai nominal
B.
Dokumen-dokumen yang dikenai biaya matrei Rp. 6.000
adalah
1.
Surat-surat Perjanjian, surat Kuasa, Hibah, dan
surat pernyatan yang ditujukan sebagai alat pembuktiaan.
2.
Akta0akta notaries dan salinannya
3.
Akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta tanah,
termasuk rangkapnya
4.
Surat atau dokumen yang memuat jumlah uang lebih
dari Rp.1000.000 dll
Tidak ada komentar:
Posting Komentar