Sabtu, 09 April 2016

Cubjek dan Objek Pajak pasal 22, 23, 24,25, 26




QUIS
PERPAJAKAN
Di Ajukan Untuk Memenuhi Ujian Akhir Semester



 Oleh:
Elawati                 1313060280


Dosen Pembimbing :
Puspita Rama Nopiana ,SE.MM,Akt





JURUSAN EKONOMI ISLAM (AKT) FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
IMAM BONJOL PADANG
1437H / 2015 M





PERTANYAAN:

1.      Kelompok subjek dan Objek Pph Pasal 22,23,24,25,26 buatkan dalam sebuah tabel!
2.      Buatkanlah Mekanisme dari pph pasal 22,23,24,25,26!
3.      Buatkanlah tariff pajak pasal 22,23,24,25,26!
4.      Buatlaha perhitungan pph pasal 22,23,24,25,26 untuk kasus diserahkan pada kasus yang dibahas masing-masing kelompok!
5.      Buatlah perhitungan Phh Final, Ppn dan PPnBM, PBB dan BPHTB dan Bea Materai untuk soal ditentukan sendiri?




















JAWABAN:
1.    KELOMPOK SUBJEK DAN OBJEK PPH PASAL 22,23,24,25,26 BUATKAN DALAM SEBUAH TABEL!

KETERANGAN

OBJEK
SUBJEK
1.      Pasal 22

1.      Impor barang
2.      Pembayaran atas pembelian yang dilakukan oleh bendahara pemerintah dan kuasa pengguna anggaran
3.      Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP) oleh bendaraha pengeluaran
4.      Pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS) yang dilakukan oleh kuasa pengguna anggaran
5.      Pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya Badan Usaha Milik Negara
6.      Penjualan hasil industry yang bergerak di bidang usaha industry semen, industry kertas, industry baja, industry otomotif, dan industry farmasi kepada distributor di dalam negeri
7.      Penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri oleh Agen Tungg Merek (ATPM) Agen Pemegang Merek (ATM dan Importir umum kendaraan bermotor
8.      Penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas oleh produsen atau importer bahan bakar minyak, bahan bakar gas dan pelumas.
9.      Pembelian bahan-bahan dari pemegang pengumpul untuk keperluan industrinya atau ekspornya oleh industry dan eksportir yang bergerak dalam sector kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan dan perikanan
10.  Penjualan barang yang tergolong sangat mewah oleh wajib pajak badan. Adapun barang yang tergolong sangat mewah.

Yang menjadi subjek pajak pasal 22 yaitu setiap wajib pajak yang melakukan impor, kecuali yang mendapat fasilitas pembebasan(memperoleh surat keterangan bebas)

2.      Pasal  23
1.      Deviden
2.      Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan, sehubungan dengan pengembalian utang
3.      Royalty
4.      Hadiah, penghargaan, bonus dan sejenisnyaselain yang telah dipotong pajak pengasilan adalah pengahsilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri orang pribadi yang berasal dari penyelenggara kegiatan sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan
5.      Sewa dan pengahsilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan harta yang tidak dikenai pajak penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal  4 ayat (2) UU PPh
6.      Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong pajak penghasilan sebagaimana dimaksud pasal 21 UU PPh
Yang menjadi subjek pajak penghasilan pasal 23 adalah wajib pajak dalam negeri, baik wajib pajak orang pribadi maupun wajib pajak badan, termasuk bentuk usaha tetap yang menerima penghasilan yang berasal dari modal, penyertaan jasa atau penyelenggaraan kegiatan yang selain dipotong PPh 21
3.      Pasal 24
Penghasilan yang berasal dari luar negeri
Wajib pajak dalam negeri terutang pajak atas seluruh penghasilan, termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri.
4.      Pasal 25
1.      Pajak Penghasilan pasal 22, 23, 24
2.      Penghasilan Laba BUT
1.      Orang pribadi pengusaha tertentu
2.      Orang pribadi selain pengusaha tertentu:  kartyawan yang tidak memiliki usaha sendiri
5.      Pasal 26
1.      Deviden
2.      Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalikan utang
3.      Royalty, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
4.      Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan
5.      Hadiah dan penghargaan
6.      Pensiun dan pembayaran berkala lainnya
7.      Keuntungan karena pembebasan utang













2.    MEKANISME PEMUNGUTAN PAJAK PPH PASAL 22,23,24,25,26
v  Mekanisme PPh Pasal 22
Ø  Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) atas impor barang;
Ø  Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau Lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya,, berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang;
Ø  Bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP);
Ø  Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)  atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberikan delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS);
Ø  Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri rokok, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;
Ø  Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, yang meliputi:
1.      PT Pertamina (Persero), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk., PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk., PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk., PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk., PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., PT Adhi Karya (Persero) Tbk., PT Hutama Karya (Persero), PT Krakatau Steel (Persero);
2.      Bank-bank Badan Usaha Milik Negara,berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya.
Ø  Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi, atas penjualan hasil produksinya kepada distributor di dalam negeri;
Ø  Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri;
Ø  Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas, atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas; 
Ø  Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan, atas pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul untuk keperluan industrinya atau ekspornya.
Ø  Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri baja yang merupakan industri hulu, termasuk industri hulu yang terintegrasi dengan industri antara dan industri hilir.
Ø  Pedagang pengumpul berupa badan atau orang pribadi yang kegiatan usahanya:
1.      mengumpulkan hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan; dan
2.      menjual hasil tersebut kepada badan usaha industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan.
3.       
v  Mekanisme PPh Pasal 23
Tarif yang dikenakan nilai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau jumlah bruto dari penghasilan. Ada dua jenis tarif yang dikenakan pada penghasilan yaitu 15% dan 2%, tergantung dari objeknya. Berikut ini adalah daftar tarif dan objek PPh Pasal 23:
1. Tarif 15% dari jumlah bruto atas:
a.       Dividen, kecuali pembagian dividen kepada orang pribadi dikenakan final, bunga dan royalti;
b.      Hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh pasal 21;
2. Tarif 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain yang berkaitan dengan penggunaan harta kecuali sewa tanah dan/atau bangunan.
3. Tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi dan jasa konsultan.
4. Tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa lainnya adalah yang diuraikan dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 141PMK.03/2015 dan efektif mulai berlaku pada tanggal 24 Agustus 2015. Berikut ini adalah daftar jasa lainnya tersebut: 
o   Penilai (appraisal);
o   Aktuaris;
o   Akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
o   Hukum;
o   Arsitektur;
o   Perencanaan kota dan arsitektur landscape
o   Perancang (design);
o   Pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas) kecuali yang dilakukan oleh Badan Usaha Tetap (BUT);
o   Penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan gas bumi (migas);
o   Penambangan dan jasa penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan gas bumi (migas);
o   Penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;
o   Penebangan hutan;
o   Pengolahan limbah;
o   Penyedia tenaga kerja dan/atau tenaga ahli (outsourcing services);
o   Perantara dan/atau keagenan;
o   Bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan Bursa Efek, Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) dan Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI);
o   Kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI;
o   Pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara;
o    Mixing film;
o   Pembuatan sarana promosi film, iklan, poster, foto, slide, klise, banner, pamphlet, baliho dan folder;
o   Jasa sehubungan dengan software atau hardware atau sistem komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan.
o   Pembuatan dan/atau pengelolaan website;
o   Internet termasuk sambungannya;
o   Penyimpanan, pengolahan dan/atau penyaluran data, informasi, dan/atau program;
o   Instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC dan/atau TV Kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi; 
o   Perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
o   Perawatan kendaraan dan/atau alat transportasi darat.
o   Maklon;
o   Penyelidikan dan keamanan;
o   Penyelenggara kegiatan atau event organizer;
o   Penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media massa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi, dan/atau jasa periklanan;
o   Pembasmian hama;
o   Kebersihan atau cleaning service;
o   Sedot septic tank;
o   Pemeliharaan kolam;
o   Katering atau tata boga;
o    Freight forwarding;
o   Logistik;
o   Pengurusan dokumen;
o   Pengepakan;
o   Loading dan unloading;
o   Laboratorium dan/atau pengujian kecuali yang dilakukan oleh lembaga atau institusi pendidikan dalam rangka penelitian akademis;
o   Pengelolaan parkir;
o   Penyondiran tanah;
o   Penyiapan dan/atau pengolahan lahan;
o   Pembibitan dan/atau penanaman bibit;
o   Pemeliharaan tanaman;
o   Permanenan;
o   Pengolahan hasil pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan dan/atau perhutanan;
o   Dekorasi;
o   Pencetakan/penerbitan;
o   Penerjemahan;
o   Pengangkutan/ekspedisi kecuali yang telah diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Pajak Penghasilan;
o   Pelayanan pelabuhan;
o   Pengangkutan melalui jalur pipa;
o   Pengelolaan penitipan anak;
o   Pelatihan dan/atau kursus;
o   Pengiriman dan pengisian uang ke ATM;
o   Sertifikasi;
o   Survey;
o   Tester;
o   Jasa selain jasa-jasa tersebut di atas yang pembayarannya dibebankan pada APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) atau APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah).
4. Bagi Wajib Pajak yang tidak ber-NPWP akan dipotong ​100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 23.
5. Jumlah bruto adalah seluruh jumlah penghasilan yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, tidak termasuk:
·         Pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa;
·         Pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material (dibuktikan dengan faktur pembelian);
·         Pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya dibayarkan kepada pihak ketiga (dibuktikan dengan faktur tagihan pihak ketiga disertai dengan perjanjian tertulis);
·         Pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran sebesar jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga (dibuktikan dengan faktur tagihan atau bukti pembayaran yang telah dibayarkan kepada pihak ketiga).
Jumlah bruto tersebut tidak berlaku:
·         Atas penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa katering;
·         Dalam hal penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa, telah dikenakan pajak yang bersifat final. 
v  Mekanisme PPh Pasal 24
a.      Jumlah kredit pajak yang besarnya paling tinggi sama dengan jumlah pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri, tetapi tidak boleh melebihi jumlah tertentu
b.      Jumlah tertentu seperti pada butir 1 dihitung menurut perbandingan antar penghasilan dari luar negeri terhadap penghasilan kena pajak di kalikan dengan pajak yang terutang atas penghasilan kena pajak, paling tinggi sama dengan pajak yang terutang atas penghasilan kena pajak dalam hal penghasilan kena pajak lebih kecil dari penghaislan pajak luar negeri
c.       Kemungkinan pengahsilan dari luar negeri tersebut berasal dari beberapa Negara, maka penghitungan wajib pajak dilakukan untuk masing-masing negar
d.      Penghasilan kena pajak yang digunakan sebagai perbandingan (perhatikan butir 2) tidak termasuk penghasilan yang dikenakan pajak yang bersifat final yang diatur dalam pasal 4 ayat 2 UU Pajak  pengahsilan tentang penghasilan yang dikenankan pajak bersifat final yaitu diatur dengan peraturan pemerintah dan atau pengahsilan yang dikenakan pajak tersendiri sebagaimana di atur dalam pasal 8 ayat 1 dan ayat 4 UU pajak pengahsilan diamna mengatur bahwa seluruh penghasilan atau kerugian wanita yang telah kawin pada awal tahun pajak atau awal bagian tahun pajak, demikian halnya kerugian yang berasal dari tahun-tahun sebelumnya yang belum dikompensasikan di anggap pengahsilan atau kerugian suaminya.

v  Mekanisme PPh Pasal 25
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 dalam tahun berjalan (tahun pajak berikutnya setelah tahun yang dilaporkan di SPT tahunan PPh) dihitung sebesar PPh yang terutang pajak tahun lalu, yang dikurangi dengan:
·         Pajak penghasilan yang dipotong sesuai pasal 21 (yaitu sesuai tarif pasal 17 ayat (1) bagi pemilik NPWP dan tambahan 20% bagi yang tidak memiliki NPWP) dan pasal 23 (15% berdasarkan dividen, bunga, royalti, dan hadiah - serta 2% berdasarkan sewa dan penghasilan lain serta imbalan jasa) - serta pajak penghasilan yang dipungut sesuai pasal 22 (pungutan 100% bagi yang tidak memiliki NPWP);
·         Pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sesuai pasal 24; lalu dibagi 12 atau total bulan dalam pajak masa setahun.
.
v  Mekanisme PPh Pasal 26
1.    Atas penghasilan berupa
a.        Deviden
b.        Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubngan dengan jaminan pengambilan utang
c.        Royalty, sewa, dan penghasialan lain sehubungan dengan penggunaan harta
d.       Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
e.        Hadiah dan penghargaan
f.         Pensuin dan pembayaran berkala lainnya
g.        Premi swap dan transaksi lindung lainnya
h.        Keuntungan karena pembebasan utang
2.    Ata pengahsailan yang berupa:
a.    Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia
b.    Premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri
3.         Atas penghasilan yang berupa penjualan atau pengalihan saham dipotong pph pasal 26 sebesar 20% dari perkiran penghasilan neto
4.         Atas penghasilan kena pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha tetap di Indonesia dikenai pajak 20% , kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali ke indonesia

4.        BUATKANLAH TARIFF PAJAK PASAL 22,23,24,25,26!
A. Tarif PPh Pasal 22
1.      Atas impor :
o    yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API) = 2,5% x nilai impor;
o    non-API = 7,5% x nilai impor;
o    yang tidak dikuasai = 7,5% x harga jual lelang.
2.      Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB, Bendahara Pemerintah, BUMN/BUMD = 1,5% x harga pembelian (tidak termasuk PPN dan tidak final.)
3.      Atas penjualan hasil produksi ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak, yaitu:
o    Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)
o    Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)
o    Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
o    Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)
4.      Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau importir bahan bakar minyak,gas, dan pelumas adalah sebagai berikut:
o    Pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur/agen, bersifat final. Selain penyalur/agen bersifat tidak final
5.      Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang pengumpul ditetapkan = 0,25 % x harga pembelian (tidak termasuk PPN)
6.      Atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir yang menggunakan API = 0,5% x nilai impor.
7.      Atas penjualan
o    Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp 20.000.000.000,-
o    Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 10.000.000.000,-
o    Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp 10.000.000.000,- dan luas bangunan lebih dari 500 m2.
o    Apartemen, kondominium,dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp 10.000.000.000,- dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2.
o    Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle(suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah) dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc. Sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM.
8.      Untuk yang tidak memiliki NPWP dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 22.

 B. Tarif PPh Pasal 23

Tarif yang dikenakan nilai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau jumlah bruto dari penghasilan. Ada dua jenis tarif yang dikenakan pada penghasilan yaitu 15% dan 2%, tergantung dari objeknya. Berikut ini adalah daftar tarif dan objek PPh Pasal 23:
1. Tarif 15% dari jumlah bruto atas:
a.       Dividen, kecuali pembagian dividen kepada orang pribadi dikenakan final, bunga dan royalti;
b.      Hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh pasal 21;
2. Tarif 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain yang berkaitan dengan penggunaan harta kecuali sewa tanah dan/atau bangunan.
3. Tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi dan jasa konsultan.
4. Tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa lainnya adalah yang diuraikan dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 141PMK.03/2015 dan efektif mulai berlaku pada tanggal 24 Agustus 2015. Berikut ini adalah daftar jasa lainnya tersebut: 
4. Bagi Wajib Pajak yang tidak ber-NPWP akan dipotong ​100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 23.
5. Jumlah bruto adalah seluruh jumlah penghasilan yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, tidak termasuk:
·         Pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa;
·         Pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material (dibuktikan dengan faktur pembelian);
·         Pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya dibayarkan kepada pihak ketiga (dibuktikan dengan faktur tagihan pihak ketiga disertai dengan perjanjian tertulis);
·         Pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran sebesar jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga (dibuktikan dengan faktur tagihan atau bukti pembayaran yang telah dibayarkan kepada pihak ketiga).
Jumlah bruto tersebut tidak berlaku:
·         Atas penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa katering;
·         Dalam hal penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa, telah dikenakan pajak yang bersifat final. 
C. Tari pph Pasal 24      
1.      Tarif 12,5% bagi wajib pajak badan dengan peredaran bruto tidak melebihi jumlah Rp.4.800.000 seluruh penghasilan kena pajak dikaliakan tarif 12,5%
2.      Tariff 12.5% untuk sebagian penghasilan kena pajak dan 25% untuk sebagian pengahsilan kena pajak lainnya bagi wajib pajak dengan peredaran bruto melebihi Rp.4.800.000 dan tidak melebihi Rp. 50.000.000
3.      Tarif 25% bagi wajib pajak badan dengan peredaran bruto melebihi jumlah Rp. 50.000.000.

D. Tarif PPh Pasal 25

Terdapat dua (2) jenis pembayaran angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh Pasal 25) untuk Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP), yaitu:
·         Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WP – OPPT), yaitu yang melakukan usaha penjualan barang, baik grosir maupun eceran, serta jasa – dengan satu atau lebih tempat usaha. PPh 25 bagi OPPT = 0.75% x omzet bulanan tiap masing-masing tempat usaha.
·         Wajib Pajak Orang Pribadi Selain Pengusaha Tertentu (WP – OPSPT), yaitu pekerja bebas atau karyawan, yang tidak memiliki usaha sendiri. PPh 25 bagi OPSPT = Penghasilan Kena Pajak (PKP) x Tarif PPh 17 ayat (1) huruf a UU PPh (12 bulan).
Tarif PPh 17 ayat (1) huruf a UU PPh adalah:
·         Sampai Rp 50.000.000 = 5%
·         Rp 50.000.000 – Rp 250.000.000 = 15%
·         Rp 250.000.000 – Rp 500.000.000 = 25%
·         Di atas Rp 500.000.000 = 30%
Pembayaran angsuran PPh 25 untuk Wajib Pajak Badan yaitu = Penghasilan Kena Pajak (PKP) x 25% (Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf b UU PPh)
E. Tarif untuk Pajak Penghasilan Pasal 26 (PPh Pasal 26)
Tarif 20% (final) atas jumlah bruto dari:
1.      Dividen
2.      Bunga, termasuk premium, diskonto, insentif yang terkait dengan jaminan pembayaran pinjaman
3.      Royalti, sewa, dan pendapatan lain yang terkait dengan penggunaan aset
4.      Insentif yang berkaitan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
5.      Hadiah dan penghargaan
6.      Pensiun dan pembayaran berkala
7.      Premi swap dan transaksi lindung lainnya
8.      Perolehan keuntungan dari penghapusan utang
Tarif 20% (final) dari laba bersih yang diharapkan dari:
1.      Pendapatan dari penjualan aset di Indonesia
2.      Premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun melalui pialang kepada perusahaan asuransi di luar negeri.
Tarif 20% (final) dari laba bersih yang diharapkan selama penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara perusahaan media atau perusahaan tujuan khusus yang didirikan atau bertempat di negara yang memberikan perlindungan pajak yang memiliki hubungan khusus untuk suatu entitas atau bentuk usaha tetap (BUT) didirikan di Indonesia.
Tarif 20% yang dipungut dari penghasilan kena pajak setelah dikurangi dengan pajak, suatu bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia.
Tingkat berdasarkan tax treaty (perjanjian pajak) yang dikenal sebagai JGI Penghindaran Pajak berganda (P3B) antara Indonesia dan negara-negara lain yang berada dalam perjanjian, mungkin berbeda satu sama lain. Tarif mereka biasanya mengurangi tingkat dari tarif biasa 20%, dan beberapa mungkin memiliki tarif 0%.


4.    BUATLAHA PERHITUNGAN PPH PASAL 22,23,24,25,26
 PERHITUNGAN PPH PASAL 22
Contoh :
1.    PT. FM adalah produsem makanan ringan yang memiliki API, pada bulan maret 2009 PT. FM melakukan impor barang dari Amerika dengan nilai faktur sebesar US$ 150.000,-. Biaya asuransi yang dibayar adalah US$ 1.500,- dan ongkos angkut adalah US$ 6.000,-. Tarif BEA masuk adalah 25%. Pungutan lainnya sesuai dengan ketentuan PABEAN adalah Rp. 15.000.000,-. Kurs pajak pada saat melakukan clearance ke pelabuahan adalah 1US$ = Rp.9.000,-. Hitung PPh Pasal 22 yang harus dibayar!

Penyelesaian:
Menentukan Nilai Impor:
Nilai Faktur                                                             US$ 150.000,-
Biaya Asuransi Dalam / Luar Negeri                                US$    1.500,-
Biaya Ongkos Angkut                                                      US$    6.000,-
Jumlah CIF (Cost Insurance and Freight)                         US$ 157.500,-

Besarnya nilai CIF dalam Rupiah adalah:
US$ 157.500,- x Rp. 9.000,-                         Rp.1.417.500.000,-Ditambah:
Bea masuk: 25% x Rp. 1.417.500.000,-                    Rp.    354.375.000,-
Pungutan lainnya                                              RP.     15.000.000,-
Nilai Impor                                                       Rp. 1.786.875.000,-

PPh Pasal 22 atas Impor dari Amerika adalah:
2,50% x Rp. 1.786.875.000,- =                     Rp.      44.671.875,-

2.    PT. Zemen Pekalongan adalah perusahaan semen nasional. Pada tanggal 15 April 2008 menjual 1000 sak semen kepada CV Karya Manjur, perusahaan kontraktor property, secara tunai. Harga jual semen adalah Rp30.000 per sak. Jadi, pada saat penjualan semen tersebut PT Zemen Pekalongan sudah terutang dan harus memungut PPh Pasal 22 dari CV Karya Manjur.

Penyelesaiannya :
PPh Pasal 22 =        0.25%  x 1000 x Rp30.000 = Rp     75.000
Sifat pemungutan PPh 22 ini tidak final dan dapat menjadi kredit pajak bagi CV Karya Manjur.

3.    Dalam rangka memajukan pendidikan, pada tanggal 19 April 2009 Pemda Maluku Utara membeli 20 unit laptop secara kredit dari rekanan pemerintah Toko Tekno Com yang akan didistribusikan ke sekolah-sekolah di daerah terpencil. Harga laptop tersebut adalah Rp11.000.000 per unit sudah termasuk PPN. Pemda Maluku Utara baru membayar pembelian laptop tersebut tanggal 18 Mei 2008. Jadi, pada saat pembayaran laptop tersebut Pemda Maluku Utara terutang dan harus memungut PPh Pasal 22 kepada pemungut dari Toko Tekno Com.

Penyelesaiannya :
DPP PPN =    x 11.000.000 x 20           = Rp 200.000.000
PPh Pasal 22 = 1,5% x Rp200.000.000    = Rp     3.000.000

4.    PT Penyalur Minyak Indonesia (PMI) membeli premium dari Pertamina. Dalam hal ini, PMI sebagai penyalur BBM (SPBU Swastanisasi) memiliki delivery order (DO) dari Pertamina dengan kuantitas sebanyak 10.000 liter @ Rp 1.600,-. Berapa PPh pasal 22 yang harus dilunasi oleh PT.PMI?
Penyelesaiannya :
PPh pasal 22 = 0,3% x 10.000 x 1.600 = Rp 48.000,-

5.    PT. Pelesir Jaya melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah kepada PT. JEN yaitu penjualan rumah dengan harga Rp12.000.000.000,- dan luas tanahnya 600 m2. Hitunglah PPh pasal 22 yang dipungut oleh PT. Pelesir Jaya?
Penyelesaiannya :
PPh pasal 22 =  5% x 12.000.000.000 = Rp 600.000.000,

PERHITUNGAN PPH PASAL 23
Contoh:
Penghitungan Pemotongan/Pemungutan PPh Pasal 23 dan PPN oleh Bendahara Pemerintah Bendahara melakukan pembayaran atas jasa katering Puspa (NPWP01.123.556.5-063.000) sebesar Rp3.500.000,-.
Besarnya pemotongan/pemungutan pajak atas pembayaran jasa katering tersebut adalah sebagai berikut:
Pemotongan PPh nya:
Pembayaran atas jasa katering dipotong PPh Pasal 23
PPh Pasal 23          = 2% X 3.500.000
                              = 70.000
PERHITUNGAN PPH PASAL 24
           Contoh:
1.      PT Butut Nusa Gendis di Pamulang memperoleh penghasilan neto dalam Tahun 2009 sebagai berikut :
a.       di negara X, memperoleh penghasilan (laba) Rp 1.000.000.000 dengan tarif pajak sebesar 40% (Rp 400.000.000)
b.      di negara Y, memperoleh penghasilan (laba) Rp 3.000.000.000 dengan tarif pajak sebesar 25% (Rp 750.000.000)
c.       di negara Z, menderita kerugian Rp 2.500.000.000
d.      penghasilan usaha di dalam negeri Rp 4.000.000.000
Penghasilan luar negeri :
a.    Laba di Negara X                                     Rp. 1.000.000.000
b.    Laba di Negara Y                                     Rp. 3.000.000.000
c.    Laba di Negara Z                                     Rp. NIHIL
d.    Jumlah penghasilan dalam negeri Rp. 4.000.000.000 (+)
Total Penghasilan                                                 Rp. 8.000.000.000
PPh terhutang (tarif pasal 17 yang berlaku 1 januari 2009 28% dan 2010 25%)= 28 % x total penghasilan =   Rp.  2.240.000.000
Batas maksimum untuk masing masing Negara adalah:
a.    Untuk Negara X =
Rp. 1.000.000.000   x  Rp. 2.240.000.000 = Rp. 280.000.000
RP. 8.000.000.000
Pajak yang terhutang diluar negeri sebesar Rp. 400.000.000 lebih besar dari batas maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan, maka jumlah kredit yang dapat di perkenankan hanya Rp. 280.000.000
b.    Untuk Negara Y =
Rp. 3.000.000.000  x  Rp. 2.240.000.000 = Rp. 840.000.000
Rp. 8.000.000.000
Pajak yang terhutang diluar negeri sebesar Rp. 750.000.000 lebih kecil dari batas maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan, maka jumlah kredit yang dapat di perkenankan adalah Rp. 750.000.000
c.    Untuk Negara Z mengalami kerugian sebesar RP. 250.000.000 (TIDAK DAPAT DIKOMPENSASIKAN)

Jumlah kredit pajak yang diperkenankan adalah: Rp. 280.000.000 + Rp. 750.000.000 = Rp. 1.030.000.000.

PERHITUNGAN PPH PASAL 25
Contoh:
Jumlah Pajak Penghasilan yang terutang sebesar             Rp 50.000.000,00
Data kredit pajak tahun 2009 adalah:
a. Pajak Penghasilan yang dipotong pemberi Kerja ( PPh Pasal 21) Rp 15.000.000,00
b. Pajak Penghasilan yang dipungut oleh pihak lain (PPh Pasal 22) Rp 10.000.000,00
c. Pajak Penghasilan yang dipotong oleh pihak lain (PPh Pasal 23)  Rp 2.500.000,00
d. Kredit Pajak Penghasilan luar negeri (PPh Pasal 24)                      Rp 7.500.000,00
Penghitungan angsuran Pajak Penghasilan pasal 25 tahun 2010 adalah:
Pajak Penghasilan terutang                                         Rp 50.000.000,00
Kredit Pajak:
a. PPh pasal 21                       Rp 15.000.000,00
b. PPh pasal 22                       Rp 10.000.000,00
c. PPh pasal 23                       Rp    2.500.000,00
d. PPh Pasal 24                      Rp    7.500.000,00
Jumlah Kredit Pajak                                                    Rp 35.000.000,00
Pajak Penghasilan yang harus dibayar                        Rp 15.000.000,00
Besarnya angsuran Pajak Penghasilan yang harus dibayar sendiri setiap bulan untuk tahun 2010 adalah :
Rp. 15.000.000,00 / 12 = Rp. 1.250.000,00.

PERHITUNGAN PPH PASAL 26
Contoh Kasus
Atas Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari bentuk usaha tetap di Indonesia dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen).
Penghasilan Kena Pajak bentuk usaha tetap
di Indonesia dalam tahun 2013
Rp20.500.000.000,00
Pajak Penghasilan:
25% x Rp20.500.000.000,00 = 
Rp  5.125.000.000,00 (-)
Penghasilan Kena Pajak setelah pajak 
Rp15.375.000.000,00
Pajak Penghasilan Pasal 26 yang terutang :
20% x Rp15.375.000.000

Suatu perusahaan penyewaan gedung kantor, PT Cunha, mengasuransikan bangunan bertingkat ke perusahaan asuransi di luar negeri dengan membayar jumlah premi selama tahun 1995 sebesar Rp1 Miliar.

Perkiraan penghasilan =  50% x Rp1 Miliar                =    Rp500.000.000,-
PPh Pasal 26 =   20% x Rp500.000.000,-                   =    Rp100.000.000,- (10% x Rp1 Miliar)

* Jika PT Cunha mengasuransikan kepada perusahaan asuransi di dalam negeri, PT Handoko, dengan membayar jumlah premi yang sama sebesar Rp1 Miliar, dan kemudian PT Handoko mereasuransikan sebagian polis asuransi tersebut kepada perusahaan asuransi luar negeri dengan membayar premi sebesar Rp500 juta.

Perkiraan penghasilan neto = 10% x Rp500 juta = Rp50.000.000,-
PPh Pasal 26 yang wajib dipotong oleh PT Handoko adalah = 20% x Rp50 juta = Rp10.000.000,- (2% x Rp500.000.000,-)


5.    BUATLAH PERHITUNGAN PHH FINAL, PPN DAN PPNBM, PBB DAN BPHTB DAN BEA MATERAI UNTUK SOAL DITENTUKAN SENDIRI?
1.    PPH FINAL
Agus Hidayat menjalankan usaha bengkel reparasi motor sekaligus menjual suku cadangnya. Agus Hidayat yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak sejak tahun 2009 memiliki 2 (dua) buah bengkel yang berada di wilayah yang berbeda, yakni bengkel A terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) X dan bengkel B terdaftar di KPP Y. Berdasarkan pencatatannya selama tahun 2013 masing-masing bengkel tersebut memiliki peredaran bruto sebagai berikut:

Peredaran bruto bengkel A = Rp 100.000.000,00 
Peredaran bruto bengkel   B = Rp 150.000.000,00

Peredaran bruto yang dijadikan dasar penentuan tarif PPh yang bersifat final adalah jumlah peredaran bruto bengkel A dan bengkel B yakni sebesar Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).

Karena total peredaran. bruto selama tahun 2013 kurang dari Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) maka atas penghasilan dari usaha yang diterima oleh Agus Hidayat pada tahun 2014 dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar 1% (satu persen) dari peredaran bruto.

Misalkan pada bulan Januari 2014, Agus Hidayat memperoleh peredaran bruto dari bengkel A sebesar RplO,000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan dari bengkel B sebesar Rpl5.000.000,00 (lima belas juta rupiah), maka paling lambat pada tanggal 17 Februari 2014 (karena tanggal 15 Februari jatuh pada hari Sabtu), Agus Hidayat wajib menyetorkan PPh yang bersifat final sebesar :

a. Bengkel A

    PPh = 1% x RplO.000.000,00

       = Rp 100.000,00 (dilaporkan ke KPP X)

b. Bengkel B

    PPh = l% x Rpl5.000.000,00

          = Rp 150.000,00 (dilaporkan ke KPP Y)

Pada bulan Maret 2013 sebuah perusahaan swasta bernama PT Amira Ekspedisi melakukan perawatan dan reparasi 5 (lima) motor milik perusahaan tersebut di bengkel A milik Agus Hidayat. Tagihan yang dibuat kepada PT Amira Ekspedisi atas jasa perawatan dan reparasi tersebut adalah sebesar Rp l.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah). Atas tagihan tersebut PT Amira Ekspedisi melakukan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 2% x Rp l.500,000,00 = Rp30.000,00.

Namun demikian, jika Agus Hidayat telah mendapatkan Surat Keterangan Bebas dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh yang dikeluarkan oleh KPP X, atas pembayaran tagihan tersebut tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 23 oleh PT Amira Ekspedisi.

2.    PPN DAN PPnB
Contoh Cara Menghitung PPN dan PPnBM
1.
PKP “A” dalam bulan Januari 2001 menjual tunai Barang Kena Pajak kepada PKB “B” dengan harga jual Rp. 25.000.000,00
PPN yang terutang yang dipungut oleh PKP “A” = 10% x Rp. 25.000.000,00 = Rp. 2.500.000,00
PPN sebesar Rp. 2.500.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak “A”.
2.
PKP “B” dalam bulan Pebruari 2001 melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak dengan memperoleh Penggantian sebesar Rp. 15.000.000,00
PPN yang terutang yang dipungut oleh PKP “B” = 10% x Rp. 15.000.000,00 = Rp. 1.500.000,00
PPN sebesar RP. 1.500.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak “B”.
3.
Pengusaha Kena Pajak “C” mengimpor Barang Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dengan Nilai Impor sebesar RP. 35.000.000,00
PPN yang dipungut melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai = 10% x Rp. 35.000.000,00 = Rp. 3.500.000,00
4.
Pengusaha Kena Pajak “D” menimpor Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah dengan Nilai Impor sebesar Rp. 50.000.000,00 Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut selain dikenakan PPN juga dikenakan PPnBM misalnya dengan tarif 20% (dua puluh persen).
Penghitungan PPN dan PPnBM yang terutang atas impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut adalah:

a.
Dasar Pengenaan Pajak Rp. 50.000.000,00

b.
PPN = 10% x Rp. 50.000.000,00 = Rp. 5.000.000,00

c.
PPn BM = 20% x Rp. 50.000.000,00 = Rp. 10.000.000,00

Kemudian PKP “D” menggunakan BKP yang diimpor tersebut sebagai bagian dari suatu BKP yang atas penyerahannya dikenakan PPN 10% dan PPnBM dengan tarif misalnya 35% (tiga puluh lima persen).
Oleh karena PPnBM yang telah dibayar atas BKP yang diimpor tersebut tidak dapat dikreditkan, maka PPnBM sebesar Rp. 10.000.000,00 dapat ditambahkan ke dalam harga BKP yang dihasilkan oleh PKP “D” atau dibebankan sebagai biaya.
Misalnya PKP “D” menjual BKP yang dihasilkannya kepada PKP “X” dengan harga jual Rp. 150.000.000,00 maka penghitungan PPN dan PPnBM yang terutang adalah:

a.
Dasar Pengenaan Pajak Rp. 150.000.000,00

b.
PPN = 10% x Rp. 150.000.000,00 = Rp. 15.000.000,00

c.
PPnBM =35% x Rp. 150.000.000,00 = Rp. 52.500.000,00

PKP “D” dapat mengkreditkan PPN sebesar Rp. 5.000.000,00 yang dibayar pada saat impor BKP tersebut terhadap PPN sebesar Rp. 15.000.000,00
Sedangkan PPnBM sebesar Rp. 10.000.000,00 tidak dapat dikreditkan baik dengan PPN sebesar Rp. 15.000.000,00 maupun dengan PPnBM sebesar Rp. 52.500.000,00
3.    PBB dan BPHTB
Contoh PBB
Wajib Pajak Tuan amir mempunyai sebidang tanah dan bangunan yang NJOPnya Rp. 20.000.000 dan NJOPTKP untuk Daerah tersebut Rp. 12.000.000, maka besarnya pajak yang terutang adalah:
=0,5% X 20% X (Rp. 20.000.000-Rp. 12.000.000)
=Rp. 8.000
Contoh BPHTB
Perhitungan BPHTB Berdasarkan UU No.21 Tahun 1997 jo. Undang-undang nomor 20 tahun 2000 pasal 8 adalah sebagai berikut:
BPHTB           = Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak X Tarif
                        = (NPOP –NPOPTKP) X 5%
Contoh:
Tuan Budi membeli tanah dan bangunan denga NPOP Rp. 70.000.000 Sedangkan NPOPTKP Yang berlaku dikabupaten atau kota tersebut Rp. 60.000.000
NPOP                                                                          = Rp. 70.000.000
NPOPTKP                                                                  = Rp. 60.000.000 -
NPOPKP                                                                     = Rp. 10.000.000
BPHTB yang terutang Rp. 10.000.000 X 5%            = Rp. 500.000

4.    BEA MATREI
A.  Dokumen-dokumen yang dikenakan tariff bea materai Rp. 3.000 adalah:
1.      Surat dokumen yang memuat jumlah uang lebih dari Rp. 250.000 dan tidak lebih dari Rp. 1.000.000
2.      Surat beharga seperti wesel, promes, aksep yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp. 250.000 tetapi tidak lebih dari Rp.1.000.000
3.      Efek dalam nama dan dalam bentuk apapun yang mempunyai harga nominal Rp.250.000 tetapi tidak lebih dari Rp. 1000.000
4.      Cek dan bilyet giro tanpa batasan nilai nominal
B.       Dokumen-dokumen yang dikenai biaya matrei Rp. 6.000 adalah
1.      Surat-surat Perjanjian, surat Kuasa, Hibah, dan surat pernyatan yang ditujukan sebagai alat pembuktiaan.
2.      Akta0akta notaries dan salinannya
3.      Akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta tanah, termasuk rangkapnya
4.      Surat atau dokumen yang memuat jumlah uang lebih dari Rp.1000.000 dll

Tidak ada komentar:

Posting Komentar