Sabtu, 09 April 2016

fiqh muamalah II Ariyah



MAKALAH
FIQH MUAMALAH
Tentang
 ARIYAH (PINJAM-MEMINJAM)\
 


Disusun oleh:
Kelompok 8
ELAWATI    1313060280
Dosen pembimbing:

Dra. Hulwati, M.Hum,Ph.D



JURUSAN EKONOMI ISLAM FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
IMAM BONJOL PADANG
1437 H / 2015 M

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat, taufik, dan hidayahnya sehingga saya dapat menyusun makalah yang berjudul “Zakat Emas dan Perak” ini. Shalawat serta salam senantiasa selalu tercurahkan kepada junjungan baginda Nabi Muhamad SAW yang telah membawa kita kejalan yang lurus seperti yang kita rasakan sekarang ini.
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi Tugas Partisipasi Mahasiswa dalam presentasi makalah, dan dimana diharapkan bisa mengambil pelajaran dan manfaat dari makalah  serta bisa mengembangkan kompetensi dalam pengetahuan dan pembelajaran tentang Ariyah (Pinjam-Meminjam).
Selanjutnya saya menyadari bahwa dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu saya mengharapkan sumbangsinya berupa saran dan kritikan yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat dan dapat menambah cakrawala berpikir bagi saya dan khususnya bagi para pembaca.



Padang, 8 November 2015


PEMAKALAH



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG
Dalam memenuhi kebutuhannya manusia kerap membutuhkan pertolongan dan bantuan sesamanya selain itu hal yang sering dan tanpa kita sadari adalah salah satunya yaitu pinjam-meminjam (Ariyah). Ariyah (Pinjam-meminjam) merupakan sesuatu hal yang tidak lazim terjadi di lingkungan masyarakat baik sebuah lembaga yang terkait, dimana ariyah atau pinjam-meminjam dalam islam dikenal dengan memeberikan manfaat sesuatu yang halal kepada yang lain untuk diambil manfaatnya dengan tidak merusakkan zatnya, agar zat barang itu, boleh dipinjam atau dipinjamkan.
Adapun firman Allah Swt,: Yang artinya “ Dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dak takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (Al-Mai’dah:2).
Dengan adanya ketentuan makna dari firman Allah Swt dapat kita ketahui dalam hal pinjam-meminjampun ada aturan yang mengatur dan bagaiman islam mengajarkan bahwa dalam setiap perbuatan ada hak orang lain di dalam dan ada hak kita yang memang hakikinya sebagai manusia. Sifat pinjam-meminjam (Ariyah) sudah ada sejak zaman Rasulullah sehingga membawa suatu hukum dalam system dan tata cara pinjam-meminjam ini. Diaman asal hukum pinjam-meminjam itu yaitu boleh dan meminjamkan sesuatu itu hukumnya sunat, seperti tolong-menolong dengan yang lain. Kaidah: “jalan menuju sesuatu hukumnya sama dengan hukum yang dituju.

1.2  PERUMUSAM PEMBAHASAN
1.      Pengertian Dan Dasar Hukum Ariyah
2.      Rukun Dan Syarat Ariyah
3.      Macam-Macam Ariyah
4.      Sifat Akad Ariyah
5.      Berakhirnya Akad Ariyah
6.      Aplikasinya Terhadap Perbankan




1.3  TUJUAN
Dengan pembahasan tentang Ariyah mahasiswa mampu mengetahui, sekaligus menerapkan dan memahami bahwa ada ada aturan dalam pinjam-meminjam (Ariyah) dan adanya syarat dan rukun yang harus di diketahui sehingga dapat menjadi pegangan dalam kehidupan masyarakat.
                                               


















BAB II
PEMBAHASAN

2.1  PENGERTIAN DAN DASAR HUKUM ARIYAH
Menurut Etimologi, al-ariyah berati sesuatu yang dipinjam, pergi, dan kembali atau beredar. Adapun menurut Terminologi Fiqh ada dua defenisi yang berbeda, pertama, ulama maliki dan hanafi mendefenisikannya dengan pemilikan manfaat sesuatu tanpa ganti rugi. Kedua, ulama syafi’i dan hambali mendefenisikan dengan kebolehan manfaat barang orang lain tanpa ganti rugi. Kedua defenisi ini membawa akibat hukum yang berbeda. Defenisi pertama membolehkan peminjam meminjamkan barang yang ia pinjam kepada pihak ketiga, sedangkan defenisi kedua tidak membolehkannya.
Dasar Hukum Ariyah
Dasar hukum Alqur’an, yaitu QS. Al-Maa’idah / 5:

Artinya: “Dan janganlah sekali-kali kebencian (mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidil haram, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”[1]

Firman Allah Swt:
tbqãèuZôJtƒur tbqãã$yJø9$# ÇÐÈ  
Dan enggan (menolong dengan) barang berguna
Dan sumber dari Hadist adalah sebagai berikut:
1.      Hadist riwayat muslim
“Dari syafwan ibnu umayah: rasulullah SAW meminjam kuda Abi thalhah dan mengendarainya.”
2.      Hadist riwayat Abu Daud
“Dari syafwan, ‘rasulullah SAW meminjam baju perang Abu Syafwan, lalu mengatakan: apakah hal ini merupakan pemakaian tanpa izin wahai muhammad?’ rasul menjawab: tidak, ini saya pinjam dengan jaminan.”
3.      Hadist riwayat Abu Daud dan Tirmidzi
“Ariyah (barang pinjaman) adalah barang yang wajib dikembalikan.”
Hukum (ketetapan) Akad  Ariyah
1.      Dasar hukum ariyah
Menurut kebiasaan (urf), ariyah dapat diartikan dengan dua cara, yaitu secara hakikat dan secara majaz.
a.       Secara Hakikat
Ariyah adalah meminjamkan barang yang dapat diambil manfaatnya tanpa merusak zatnya. Menurut Malikiyah dan Hanafiyah, hukumnya adalah manfaat bagi peminjam tanpa ada pengganti apapun, atau peminjam memiliki sesuatu yang semaksa dengan manfaat menurut kebiasaan.
Al-Kurkhi, ulama Syafi’iyah, dan Hanabilah berpendapat bahwa yang dimaksud dengan ariyah adalah kebolehan untuk mengambil manfaat dari suatu benda.
Dari perbedaan pandangan diatas, dapat ditetapkan bahwa menurut golongan pertama, barang yang dipinjam (musta’ar) boleh dipinjamkan kepada orang lain, bahkan menurut Imam Malik, sekalipun tidak diizinkan oleh pemiliknya asalkan digunakan sesuai fungsinya. Akan tetapi, ulama Malikiyah melarangnya jika peminjam tidak mengizinkannya.
Alasan ulama Hanafi’yah antara lain bahwa yang memberi pinjaman (mu’ir) telah memberikan hak penguasaan barang kepada peminjam untuk mengambil manfaat barang. Kekuasaan seperti itu berarti kepemilikian. Dengan demikian, peminjam berkuasa penuh untuk mengambil manfaat barang tersebut, baik oleh dirinya maupun orang lain.
Menurut golongan kedua, pinjam-meminjam hanya sebatas pengambilan manfaat maka tidak boleh meminjamkan lagi kepada orang lain, seperti halnya seorang tamu yang tidak boleh meminjamkan makanan yang dihidangkan untuknya kepada orang lain.
Golongan pertama dan kedua sepakat bahwa peminjam tidak memiliki hak kepemilikan sebagaimana pada gadai barang. Menurut golongan kedua, peminjam hanya berhak memanfaatkannya saja dan ia tidak memiliki bendanya. Adapun menurut golongan pertama, gadai adalah akad yang lazim (resmi), sedangkan ariyah adalah akad tabarru’ (derma) yang dibolehkan, tetapi tidak lazim. Dengan demikian, peminjam tidak memiliki hak kepemilikan, sebagaimana pada akad lazim sebab hal itu akan mengubah tabiat ariyah. Selain itu, peminjampun tidak boleh menyewakannya.
b.      Secara Majazi
Ariyah secara majazi adalah pinjam-meminjam benda-benda yang berkaitan dengan takaran, timbangan, hitungan, dan lain-lain, seperti telur, uang, dan segala benda yang dapat diambil manfaatnya, tanpa merusak zatnya. Ariyah pada benda-benda tersebut harus diganti dengan benda yang serupa atau senilai. Dengan demikian, walaupun termaksuk ariyah, tetapi merupakan ariyah secara majazi, sebab tidak mungkin dapat dimanfaatkan tanpa merusaknya. Oleh karena itu, sama saja antara memiliki kemanfaatan dan kebolehan untuk memanfaatkannya.[2]

2.2  RUKUN DAN SYARAT ARIYAH
7.      Rukun Ariyah
Ulama Hanafiah berpendapat bahwa rukun ariyah hanyalah ijab dari yang meminjamkan barang, sedangkan qabul bukan merupakan rukun Ariyah.
Menurut Ulama Syafi’iyah, dalam ariyah disyaratkan adanya lafazh shigaht akad, yakni ucapan ijan dan qabul dari peminjam Dan yang memnjamkan barang pada waktu transaksi sebab memanfaatkan milik barang bergantung pada adanya izin.
Secara umum, jumhur ulama fiqih menyatakan bahwa rukun ariyah ada empat, yaitu:
1.      Mu’ir (peminjam)
2.      Musta’ir (yang meminjam)
3.      Mu’ar (barang yang dipinjam)
4.      Shigaht, yakni sesuatu yang menunjukkan kebolehan untuk mengambil manfaat, baik dengan ucapan maupun perbuatan.[3]

8.      Syarat Ariyah Sebagai Berikut:
a.       Adanya Pihak Yang Meminjamkan (Mu’ir) dengan syarat orang yang berakal sehat serta mengerti akad, maksud dan tujuan dari perbuatan yang dilakukan.
b.      Adanya Pihak Yang Dipinjamkan, dengan syarat orang yangt berakal sehat serta mengerti maksud dan tujuan dari perbuatan yang dilakukan. Ia berhak atas barang yang dipinjamkan, barang itu dapat dimamfaatkan sesuai syariat islam.
c.       Adanya Objek Yang Dipinjamkan, dengan syarat:
1)      Harta yang dipinjamkan harus milik atau harta yang berada dibawah kekuasaan pihak yang meminjamkan.
2)      Objek yang dipinjamkan haruslah sesuatu yang bisa dimanfaatkan, baik kemanfaatan yang akan diperoleh itu berbentuk materi ataupun tidak.
d.      Terjadi akad pinjam meminjam (ijab kabul). [4]

2.3  MACAM-MACAM ARIYAH
Meurut ulama hanafiyah ariyah terbagi pada empat macam yaitu:
1.      Ariyah mutlaqah, yaitu pinjam meminjam yang tidak dikaitakan atau dibatasi oleh waktu dan cara pemanfaatan. Misalnya seseorang berkata; “saya pinjamkan rumah saya ini kepada anda”, tanpa mengaitkan dengan waktu dan batas pemanfatan. Pembagian ini berimplikasi pada bebasnya peminjam untuk memanfaatkan ariyah.
2.      Ariyah mqayyadah adalah pinjam-meminjam yang dikaitkan dengan waktu dan cara pemanfaatan, misalnya seseorang berkata; “ saya pinjamkan rumah saya ini kepada engkau selama 1 bulan dan dimanfaatkan hanya untuk memelihara barang.
3.      Ariyah yang dibatasi cara waktu pemanfaatan namun bebas dalam cara pemanfaatan. Misalnya seseorang berkata: “saya pinjamkan rumah ini kepada anda selama satu tahun, namun tidak dibatasi cara pemanfaatannya.
4.      Ariyah yang dibatasi cara pemanfaatan namun dibatasi waktu pemanfaatan.Dalam pembagian ini peminjam tidak boleh memanfaatkan barang pinjaman menurut ketentuan yang ditetapkan pemilik barang.
Sedangkan malikiyah dan syafi’iyah membagi ariyah pada dua bentuk yaitu mutlaqah dan muqayyadah saja.[5]

Mengambil Manfaat Barang Yang Di Pinjam
Yang meminjam boleh mengambil manfaat dari barang yang dipinjamnya hanya sekedar menurut izin dari yang punya, atau kurang dari yang diizinkan. Umpama dia meminjam tanah untuk menanam padi, dia diperbolehkan menanam padi dan yang sama umurnya dengan padi, atau yang kurang seperti kacang. Tidak boleh dipergunakan untuk tanaman yang lebih lama dari pada padi, kecuali kalau tidak ditentukan masanya, maka dia boleh bertanam menurut kehendaknya.

Hilangnya Barang Yang Dipinjam
Kalau baarang yang dipinjam itu hilang atau rusak karena pemakaian yang diizinkan, yang meminjam tidak perlu mengganti karena pinjam-meminjam itu berarti percaya-mempercayai; tetapi kalau karena sebab lain, dia wajib mengganti.

Dari Safwa bin Umaiyah. Sesungguhnya Nabi Saw. Telah meminjam beberapa baju perang dari safwan pada waktu peperangan Hunaim. Safwan bertanya kepada Rasulullah Saw., “ Paksaankah, ya Muhamad?’’ Jawab Rasulullah, “ Bukan, Tetapi pinjaman yang dijamin.’’ Kemudian baju itu hilang sebahagian, maka Rasulullah Saw. Mengemukakan kepada Safwa bahwa akan digantinya. Safwa barkata, “saya sekarang telah mendapat kepuasan dalam islam.” (RIWAYAT AHMAD DAN NASAI).
 Menurut pendapat yang lebih kuat, kerusakan yang hanya sedikit akibat pemakaian yang diizinkan tidaklah patut diganti, karena terjadinya disebabkan oleh pemakaian yang diizinkan. ( Kaidah :Rida pada sesuatu berarti rida pula pada akibatnya)

Mengembalikan Yang Di Pinjam
Kalau mengembalikan barang yang dipinjam tadi memerlukan ongkos, maka ongkos itu hendaklah dipukul oleh yang meminjam.
Sabda Rasulullah Saw:
Dari Samurah, “Nabi Saw. Telah bersabda, tanggung jawab barang yang diambil atas yang mengambil sampai dikemabalikannya barang itu.’’ (RIWAYAT LIMA AHLI HADIS, SELAIN NASAI).[6]

2.4 SIFAT AKAD ARIYAH
Menurut ulama Hanafiyah, Syafi’ah dan Hanabilah, status kepemilikan yang ada pada peminjam adalah kepemilikan yang ghairu lazim (Tidak mengikat), pemilik barang dapat menarik kembali barang yang dipinjamkan, begitupula peminjam berkewjiban mengembalikan barang pinjamannya menurut jangka waktu yang dikehendaki baik ariyah mutlaqah maupun muqayyadah . pendapat ini berpegang pada hadits Nabi:
بل عا ر ية مؤد ة
Ariyah itu Wajib dikembalikan
Namun orang yang meminjamkan (mu’ir) tidak boleh memaksa peminjam untuk mengembalikan barang pinjaman bila hal itu mumudaratkan peminjam.
Malikiyah dalam pendapatnya yang masyur berpendapat, tidak ada hak bagi mu’ir untuk menarik kembali barang pinjaman sebelum dimanfaatkan oleh peminjam. Bila ariyah itu mempunyai batas waktu, mu’ir tidak boleh menarik barang peminjam kecuali sampai batas waktu. Barang pinjaman apakah tanggungan (dhaman) atau hanya bersifat amanah bagi peminjam, dalam hal ini timbul perbedaan pendapat ulama. Hanafiyah berpendapat pinjaman adalah amanah bagi peminjam, bukan tanggungan (dhaman), sama halnya dengan wadi’ah ijarah, maka tidak wajib bagi peminjam mengganti barang pinjaman bila barang pinjaman rusak tanpa disengaja berdasarkan hadits Nabi:
ليس على الىستهير ضما ن
Tidak ada tanggungan bagi peminjam.
Syafi’I dan Maliki berpendapat pinjaman adalah tanggungan berdasarkan hadits Nabi:
بل عا ر ية مضمو نة مو داة
Ariyah adalah pinjaman yang menjadi tanggungan dan dikembalikan.
Meurut maliki bila peminjam memakai barang pinjaman yang mungkin dapat mengurangi nilai barang seperti pakaian maka peminjam menanggung kerugian dan mengganti kerusakan barang tersebut. Apabila barang penjamin hilang aatau hancur, bila peminjam dapat membuktikan bahwa kerusakan atau hilangnya barang tersebut di luar kemampuannya, maka peminjam tidak mengganti. Namu bila tidak dapat membuktikan maka ia harus mengganti kerusakan atau hilangnya barang peminjam.
Syafi’iyah berpendapat, pada prinsipnya tidak ada tanggungjawab musta’ir untuk mengganti rugi bila barang pinjaman rusak atau hilang selama barang pinjaman tersebut dipergunakan dalam batas keizianan pemilik barang. Namun bila musta’ir mempergunakan barang pinjamn di luar batas keizinan, kemudian barang rusak atau hilang maka musta’ir wajib mengganti kerusakan tersebut.
Berpegang pada prinsip saling menguntungkan antara yang berakad maka dalam suatu transaksi tidak boleh ada pihak yang dirugikan. Dengan demikian dalam ariyah pihak yang meminjam berkewajiban mengganti barang pinjaman yang rusak selama barang tersebut masih berada dalam kekuasaannya. Karena peminjam telah memperoleh manfaat dari barang yang dipinjamnya. Ariyah atau pinjam-meminjam merupakan keizinan pemanfaatan barang buat sementara waktu bukan pemindahan milik. Apabila telah habis waktu yang ditentukan, maka peminjam wajib mengembalikan barang pinjamannya kepada pemilik barang. Karena pada hakikatnya barang peminjaman merupakan amanat yang wajib dikembalikan. Semua itu telah digariskan Allah Swt. Dalam Qs. 4:58:
 ¨bÎ) ©!$# öNä.ããBù'tƒ br& (#rŠxsè? ÏM»uZ»tBF{$# #n<Î) $ygÎ=÷dr& #sŒÎ)ur OçFôJs3ym tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# br& (#qßJä3øtrB ÉAôyèø9$$Î/ 4 ¨bÎ) ©!$# $­KÏèÏR /ä3ÝàÏètƒ ÿ¾ÏmÎ/ 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $JèÏÿxœ #ZŽÅÁt/ ÇÎÑÈ  
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.[7]

2.5  BERAKHIRNYA AKAD ARIYAH
Akad peminjaman berakhir karena beberapa hal berikut ini.
1.      Pemberi pinjaman meminta agar pinjamannya dikembalikan. Hal ini karena akad peminjaman tidaklah mengikat, sehingga ia berakhir dengan pembatalan (fasakh).
2.      Peminjaman mengembalikan barang yang dia pinjam. Jika peminjaman mengembalikan barang yang dia pinjam, maka akad peminjaman pun berakhir, baik setelah berakhirnya masa peminjaman maupun sebelumnya.
3.      Salah satu pihak pelaku akad gila atau tidak sadarkan diri. Hal ini dikarenakan hilangnya kecakapan untuk memberi secara sukarela yang dibutuhkan untuk melakukan akad selama berlansungnya akad.
4.      Kematian salah satu pihak pelaku akad, pemberi pinjaman atau peminjam. Hal ini karena peminjaman adalah pemberi izin kepada orang lain untuk mangambil manfaat dari barang pinjaman. Dengan adanya kematian, maka izin dan orang yang diizinkan tidak ada lagi.
5.      Al-Hajr (pelarangan untuk membelanjakan harta) terhadap salah satu pihak pelaku akad karena kedunguan (safah). Karena dengan adanya hajr ini, maka orang yang mahjur kehilangan kelayakan menyumbangkan harta secara sukarela, sehingga akad pinjaman pun menjadi batal.
6.      Al-hajr yang disebabkan kebangkrutan pemberi pnjaman. Hal ini karena dengan kebangkrutannya, maka dia tidak boleh mengabaikan manfaat dari harta bendanya dan tidak mengambilnya. Ini adalah untuk kepentingan para pemberi utangnya.[8]

2.6 APLIKASI TERHADAP PERBANKAN






















BAB III
PENUTUP

3.1    KESIMPULAN
Ariyah merupakan perbuatan pembolehan memanfaatkan barang milik oleh seseorang kepada orang lain pada waktu tertentu tanpa ada imbalan. Ariyah merupakan pekerjaan yang disunatkan agama, karena akad ini murni tolong menolong tanpa ada usnsur komersil.
Firman Allah Swt:
tbqãèuZôJtƒur tbqãã$yJø9$# ÇÐÈ  
Dan enggan (menolong dengan) barang berguna
Secara umum, jumhur ulama fiqih menyatakan bahwa rukun ariyah ada empat, yaitu: Mu’ir (peminjam), Musta’ir (yang meminjam), Mu’ar (barang yang dipinjam), Shigaht, yakni sesuatu yang menunjukkan kebolehan untuk mengambil manfaat, baik dengan ucapan maupun perbuatan. Syarat Ariyah Sebagai Berikut: Adanya Pihak Yang Meminjamkan (Mu’ir) dengan syarat orang yang berakal sehat serta mengerti akad, Adanya Pihak Yang Dipinjamkan, Adanya Objek Yang Dipinjamkan,Terjadi akad pinjam meminjam (ijab kabul). Macam-Macam Ariyah, Meurut ulama hanafiyah ariyah terbagi pada empat macam yaitu: 1.Ariyah mutlaqah, 2.Ariyah mqayyadah, 3. Ariyah yang dibatasi cara waktu pemanfaatan namun bebas dalam cara pemanfaatan, 4. Ariyah yang dibatasi cara pemanfaatan namun dibatasi waktu pemanfaatan. Sedangkan malikiyah dan syafi’iyah membagi ariyah pada dua bentuk yaitu mutlaqah dan muqayyadah saja.





DAFTAR PUSTAKA

Wahbah Az-Zuhaili,. “ Fiqih Islam “, Jakarta : Gema Insani, 2011
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Hukum Fiqh Islam), Baandung: Sinar Baru Algensindo,
Rozalinda,.Fiqh Muamalah dan Aplikasinya Pada Perbankan Syariah,. Padang: Hayfa Press,2005
Mardani, fiqh ekonomi syari’ah, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013
Rahmat Syafei,. Fiqh  Muamalah, Bandung: CV. Pustaka Setia




[1]Mardani, fiqh ekonomi syari’ah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), hlm. 329

[2] Rahmat Syafei,. Fiqh  Muamalah, (Bandung: CV. Pustaka Setia), hlm 141

[3] Ibid, hlm 141
[4] Mardani, fiqh ekonomi syari’ah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), hlm. 329-333
[5] Rozalinda,.Fiqh Muamalah dan Aplikasinya Pada Perbankan Syariah,. (Padang: Hayfa Press,2005) Ed. 1 Cet 1. Hlm. 116-117
[6] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Hukum Fiqh Islam), (Baandung: Sinar Baru Algensindo, 2012),. Hlm. 324-325
[7] Rozalinda, Op, Cit. hlm. 118-120
[8] Wahbah Az-Zuhaili,. “ Fiqih Islam “, ( Jakarta : Gema Insani, 2011),  hlm. 588-589

2 komentar:

  1. PINJAMAN THERESA

    Kami saat ini menyediakan pinjaman untuk taruhan Asia Tengah, Amerika, dunia liar

    negara, dll. @ 2% Suku Bunga tanpa PENGENDALIAN KREDIT dari USD5000, hingga miliaran dolar selama 12-144 Bulan.

    Remunerasi Pinjaman kami dimulai dalam 3 bulan setelah penerima menerima pinjaman pada hari persetujuan dan kami menawarkan variasi

    pinjaman, termasuk:
    * Konsolidasi hutang
    * Pinjaman Bisnis
    * Pinjaman pribadi
    * Kredit Pemilikan Rumah
    * Kredit Pembiayaan Mobil

    ✔. Daftar hitam bisa berlaku

    ✔. TANPA CHECK KREDIT

    ✔. Tinjauan hutang atau perintah pengadilan mungkin berlaku

    ✔.ETC dapat diterapkan.
    Pinjaman Tunai Theresa Perusahaan ini adalah a

    film pinjaman terdaftar dan resmi dan kami menawarkan pinjaman kepada semua warga yang masuk daftar hitam, TANPA PERIKSA KREDIT.

    Ajukan sekarang dengan nomor ponsel Anda, nomor ID, nama lengkap, jumlah pinjaman dan periode pinjaman ke Email

    : Theresaloancompany@gmail.com nomor kantor ++ 12817208403

    Untuk kejelasan lebih lanjut, jangan ragu untuk menghubungi kami atau WhatsApp (+12817208403).

    Salam Hormat,

    Ada

    Pengiklan Pinjaman (Pr),

    Pinjaman theresa 📩

    BalasHapus
  2. PINJAMAN THERESA

    Kami saat ini menyediakan pinjaman untuk taruhan Asia Tengah, Amerika, dunia liar

    negara, dll. @ 2% Suku Bunga tanpa PENGENDALIAN KREDIT dari USD5000, hingga miliaran dolar selama 12-144 Bulan.

    Remunerasi Pinjaman kami dimulai dalam 3 bulan setelah penerima menerima pinjaman pada hari persetujuan dan kami menawarkan variasi

    pinjaman, termasuk:
    * Konsolidasi hutang
    * Pinjaman Bisnis
    * Pinjaman pribadi
    * Kredit Pemilikan Rumah
    * Kredit Pembiayaan Mobil

    ✔. Daftar hitam bisa berlaku

    ✔. TANPA CHECK KREDIT

    ✔. Tinjauan hutang atau perintah pengadilan mungkin berlaku

    ✔.ETC dapat diterapkan.
    Pinjaman Tunai Theresa Perusahaan ini adalah a

    film pinjaman terdaftar dan resmi dan kami menawarkan pinjaman kepada semua warga yang masuk daftar hitam, TANPA PERIKSA KREDIT.

    Ajukan sekarang dengan nomor ponsel Anda, nomor ID, nama lengkap, jumlah pinjaman dan periode pinjaman ke Email

    : Theresaloancompany@gmail.com nomor kantor ++ 12817208403

    Untuk kejelasan lebih lanjut, jangan ragu untuk menghubungi kami atau WhatsApp (+12817208403).

    Salam Hormat,

    Ada

    Pengiklan Pinjaman (Pr),

    Pinjaman theresa 📩

    BalasHapus