MAKALAH
FIQH MUAMALAH
Tentang
ARIYAH (PINJAM-MEMINJAM)\
Disusun oleh:
Kelompok 8
ELAWATI 1313060280
Dosen pembimbing:
Dra. Hulwati,
M.Hum,Ph.D
JURUSAN EKONOMI ISLAM FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
IMAM BONJOL PADANG
1437 H / 2015 M
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat,
taufik, dan hidayahnya sehingga saya dapat menyusun makalah yang berjudul
“Zakat Emas dan Perak” ini. Shalawat serta salam senantiasa selalu tercurahkan
kepada junjungan baginda Nabi Muhamad SAW yang telah membawa kita kejalan yang
lurus seperti yang kita rasakan sekarang ini.
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi Tugas Partisipasi
Mahasiswa dalam presentasi makalah, dan dimana diharapkan bisa mengambil
pelajaran dan manfaat dari makalah serta
bisa mengembangkan kompetensi dalam pengetahuan dan pembelajaran tentang Ariyah
(Pinjam-Meminjam).
Selanjutnya saya menyadari bahwa dalam makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan oleh karena itu saya mengharapkan sumbangsinya berupa saran dan
kritikan yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat dan dapat menambah cakrawala berpikir bagi
saya dan khususnya bagi para pembaca.
Padang, 8 November 2015
PEMAKALAH
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Dalam memenuhi
kebutuhannya manusia kerap membutuhkan pertolongan dan bantuan sesamanya selain
itu hal yang sering dan tanpa kita sadari adalah salah satunya yaitu
pinjam-meminjam (Ariyah). Ariyah (Pinjam-meminjam) merupakan sesuatu hal yang
tidak lazim terjadi di lingkungan masyarakat baik sebuah lembaga yang terkait,
dimana ariyah atau pinjam-meminjam dalam islam dikenal dengan memeberikan
manfaat sesuatu yang halal kepada yang lain untuk diambil manfaatnya dengan
tidak merusakkan zatnya, agar zat barang itu, boleh dipinjam atau dipinjamkan.
Adapun firman Allah Swt,:
Yang artinya “ Dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dak
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (Al-Mai’dah:2).
Dengan adanya
ketentuan makna dari firman Allah Swt dapat kita ketahui dalam hal
pinjam-meminjampun ada aturan yang mengatur dan bagaiman islam mengajarkan
bahwa dalam setiap perbuatan ada hak orang lain di dalam dan ada hak kita yang
memang hakikinya sebagai manusia. Sifat pinjam-meminjam (Ariyah) sudah ada
sejak zaman Rasulullah sehingga membawa suatu hukum dalam system dan tata cara
pinjam-meminjam ini. Diaman asal hukum pinjam-meminjam itu yaitu boleh dan
meminjamkan sesuatu itu hukumnya sunat, seperti tolong-menolong dengan yang
lain. Kaidah: “jalan menuju sesuatu hukumnya sama dengan hukum yang dituju.
1.2
PERUMUSAM PEMBAHASAN
1. Pengertian Dan
Dasar Hukum Ariyah
2.
Rukun Dan Syarat Ariyah
3.
Macam-Macam Ariyah
4.
Sifat Akad Ariyah
5.
Berakhirnya Akad Ariyah
6.
Aplikasinya Terhadap
Perbankan
1.3
TUJUAN
Dengan pembahasan
tentang Ariyah mahasiswa mampu mengetahui, sekaligus menerapkan dan memahami
bahwa ada ada aturan dalam pinjam-meminjam (Ariyah) dan adanya syarat dan rukun
yang harus di diketahui sehingga dapat menjadi pegangan dalam kehidupan
masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN DAN DASAR HUKUM ARIYAH
Menurut Etimologi, al-ariyah berati sesuatu yang
dipinjam, pergi, dan kembali atau beredar. Adapun menurut Terminologi Fiqh ada
dua defenisi yang berbeda, pertama, ulama
maliki dan hanafi mendefenisikannya dengan pemilikan manfaat
sesuatu tanpa ganti rugi. Kedua, ulama
syafi’i dan hambali mendefenisikan dengan kebolehan manfaat
barang orang lain tanpa ganti rugi. Kedua defenisi ini membawa akibat hukum
yang berbeda. Defenisi pertama membolehkan peminjam meminjamkan barang yang ia
pinjam kepada pihak ketiga, sedangkan defenisi kedua tidak membolehkannya.
Dasar Hukum Ariyah
Dasar hukum Alqur’an, yaitu QS. Al-Maa’idah / 5:
Artinya: “Dan
janganlah sekali-kali kebencian (mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari
Masjidil haram, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada
Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”[1]
Firman Allah Swt:
tbqãèuZôJtur
tbqãã$yJø9$# ÇÐÈ
“Dan
enggan (menolong dengan) barang berguna”
Dan sumber dari
Hadist adalah sebagai berikut:
1.
Hadist riwayat muslim
“Dari syafwan
ibnu umayah: rasulullah SAW meminjam kuda Abi thalhah dan mengendarainya.”
2.
Hadist riwayat Abu Daud
“Dari syafwan,
‘rasulullah SAW meminjam baju perang Abu Syafwan, lalu mengatakan: apakah hal
ini merupakan pemakaian tanpa izin wahai muhammad?’ rasul menjawab: tidak, ini
saya pinjam dengan jaminan.”
3.
Hadist riwayat Abu Daud dan Tirmidzi
“Ariyah (barang
pinjaman) adalah barang yang wajib dikembalikan.”
Hukum
(ketetapan) Akad Ariyah
1.
Dasar hukum ariyah
Menurut
kebiasaan (urf), ariyah dapat diartikan dengan dua cara, yaitu secara hakikat
dan secara majaz.
a.
Secara Hakikat
Ariyah adalah
meminjamkan barang yang dapat diambil manfaatnya tanpa merusak zatnya. Menurut
Malikiyah dan Hanafiyah, hukumnya adalah manfaat bagi peminjam tanpa ada
pengganti apapun, atau peminjam memiliki sesuatu yang semaksa dengan manfaat
menurut kebiasaan.
Al-Kurkhi,
ulama Syafi’iyah, dan Hanabilah berpendapat bahwa yang dimaksud dengan ariyah
adalah kebolehan untuk mengambil manfaat dari suatu benda.
Dari perbedaan
pandangan diatas, dapat ditetapkan bahwa menurut golongan pertama, barang yang
dipinjam (musta’ar) boleh dipinjamkan kepada orang lain, bahkan menurut Imam
Malik, sekalipun tidak diizinkan oleh pemiliknya asalkan digunakan sesuai
fungsinya. Akan tetapi, ulama Malikiyah melarangnya jika peminjam tidak
mengizinkannya.
Alasan ulama Hanafi’yah antara lain bahwa yang memberi pinjaman
(mu’ir) telah memberikan hak penguasaan barang kepada peminjam untuk mengambil
manfaat barang. Kekuasaan seperti itu berarti kepemilikian. Dengan demikian,
peminjam berkuasa penuh untuk mengambil manfaat barang tersebut, baik oleh
dirinya maupun orang lain.
Menurut golongan kedua, pinjam-meminjam hanya sebatas pengambilan
manfaat maka tidak boleh meminjamkan lagi kepada orang lain, seperti halnya seorang
tamu yang tidak boleh meminjamkan makanan yang dihidangkan untuknya kepada
orang lain.
Golongan
pertama dan kedua sepakat bahwa peminjam tidak memiliki hak kepemilikan
sebagaimana pada gadai barang. Menurut golongan kedua, peminjam hanya berhak
memanfaatkannya saja dan ia tidak memiliki bendanya. Adapun menurut golongan
pertama, gadai adalah akad yang lazim (resmi), sedangkan ariyah adalah akad
tabarru’ (derma) yang dibolehkan, tetapi tidak lazim. Dengan demikian, peminjam
tidak memiliki hak kepemilikan, sebagaimana pada akad lazim sebab hal itu akan
mengubah tabiat ariyah. Selain itu, peminjampun tidak boleh menyewakannya.
b.
Secara Majazi
Ariyah secara
majazi adalah pinjam-meminjam benda-benda yang berkaitan dengan takaran,
timbangan, hitungan, dan lain-lain, seperti telur, uang, dan segala benda yang
dapat diambil manfaatnya, tanpa merusak zatnya. Ariyah pada benda-benda
tersebut harus diganti dengan benda yang serupa atau senilai. Dengan demikian,
walaupun termaksuk ariyah, tetapi merupakan ariyah secara majazi, sebab tidak
mungkin dapat dimanfaatkan tanpa merusaknya. Oleh karena itu, sama saja antara
memiliki kemanfaatan dan kebolehan untuk memanfaatkannya.[2]
2.2
RUKUN DAN SYARAT ARIYAH
7. Rukun Ariyah
Ulama Hanafiah berpendapat bahwa rukun ariyah hanyalah
ijab dari yang meminjamkan barang, sedangkan qabul bukan merupakan rukun
Ariyah.
Menurut Ulama Syafi’iyah, dalam ariyah
disyaratkan adanya lafazh shigaht akad, yakni ucapan ijan dan qabul dari
peminjam Dan yang memnjamkan barang pada waktu transaksi sebab memanfaatkan
milik barang bergantung pada adanya izin.
Secara umum, jumhur ulama fiqih menyatakan
bahwa rukun ariyah ada empat, yaitu:
1. Mu’ir (peminjam)
2. Musta’ir (yang meminjam)
3. Mu’ar (barang yang dipinjam)
4. Shigaht, yakni sesuatu yang menunjukkan kebolehan untuk
mengambil manfaat, baik dengan ucapan maupun perbuatan.[3]
8. Syarat Ariyah
Sebagai Berikut:
a.
Adanya Pihak Yang Meminjamkan (Mu’ir) dengan syarat orang yang berakal sehat serta mengerti akad, maksud dan
tujuan dari perbuatan yang dilakukan.
b.
Adanya Pihak Yang Dipinjamkan, dengan syarat orang yangt berakal
sehat serta mengerti maksud dan tujuan dari perbuatan yang dilakukan. Ia berhak
atas barang yang dipinjamkan, barang itu dapat dimamfaatkan sesuai syariat
islam.
c.
Adanya Objek Yang Dipinjamkan, dengan syarat:
1)
Harta yang dipinjamkan harus milik atau harta yang berada dibawah
kekuasaan pihak yang meminjamkan.
2)
Objek yang dipinjamkan haruslah sesuatu yang bisa dimanfaatkan,
baik kemanfaatan yang akan diperoleh itu berbentuk materi ataupun tidak.
d.
Terjadi akad pinjam meminjam (ijab kabul). [4]
2.3 MACAM-MACAM
ARIYAH
Meurut ulama hanafiyah ariyah terbagi pada
empat macam yaitu:
1. Ariyah mutlaqah, yaitu pinjam meminjam yang
tidak dikaitakan atau dibatasi oleh waktu dan cara pemanfaatan. Misalnya
seseorang berkata; “saya pinjamkan rumah saya ini kepada anda”, tanpa
mengaitkan dengan waktu dan batas pemanfatan. Pembagian ini berimplikasi pada
bebasnya peminjam untuk memanfaatkan ariyah.
2. Ariyah mqayyadah adalah pinjam-meminjam
yang dikaitkan dengan waktu dan cara pemanfaatan, misalnya seseorang berkata; “
saya pinjamkan rumah saya ini kepada engkau selama 1 bulan dan dimanfaatkan
hanya untuk memelihara barang.
3. Ariyah yang dibatasi cara waktu pemanfaatan
namun bebas dalam cara pemanfaatan. Misalnya seseorang berkata: “saya pinjamkan
rumah ini kepada anda selama satu tahun, namun tidak dibatasi cara
pemanfaatannya.
4. Ariyah yang dibatasi cara pemanfaatan namun
dibatasi waktu pemanfaatan.Dalam pembagian ini peminjam tidak boleh
memanfaatkan barang pinjaman menurut ketentuan yang ditetapkan pemilik barang.
Sedangkan malikiyah dan syafi’iyah membagi ariyah pada
dua bentuk yaitu mutlaqah dan muqayyadah saja.[5]
Mengambil Manfaat Barang Yang Di Pinjam
Yang meminjam boleh mengambil manfaat dari barang yang
dipinjamnya hanya sekedar menurut izin dari yang punya, atau kurang dari yang
diizinkan. Umpama dia meminjam tanah untuk menanam padi, dia diperbolehkan
menanam padi dan yang sama umurnya dengan padi, atau yang kurang seperti
kacang. Tidak boleh dipergunakan untuk tanaman yang lebih lama dari pada padi,
kecuali kalau tidak ditentukan masanya, maka dia boleh bertanam menurut
kehendaknya.
Hilangnya Barang Yang Dipinjam
Kalau baarang yang dipinjam itu hilang atau rusak
karena pemakaian yang diizinkan, yang meminjam tidak perlu mengganti karena
pinjam-meminjam itu berarti percaya-mempercayai; tetapi kalau karena sebab
lain, dia wajib mengganti.
“Dari Safwa bin Umaiyah. Sesungguhnya Nabi Saw.
Telah meminjam beberapa baju perang dari safwan pada waktu peperangan Hunaim.
Safwan bertanya kepada Rasulullah Saw., “ Paksaankah, ya Muhamad?’’ Jawab
Rasulullah, “ Bukan, Tetapi pinjaman yang dijamin.’’ Kemudian baju itu hilang
sebahagian, maka Rasulullah Saw. Mengemukakan kepada Safwa bahwa akan
digantinya. Safwa barkata, “saya sekarang telah mendapat kepuasan dalam islam.”
(RIWAYAT AHMAD DAN NASAI).
Menurut
pendapat yang lebih kuat, kerusakan yang hanya sedikit akibat pemakaian yang
diizinkan tidaklah patut diganti, karena terjadinya disebabkan oleh pemakaian
yang diizinkan. ( Kaidah :Rida pada sesuatu berarti rida pula pada
akibatnya)
Mengembalikan Yang Di Pinjam
Kalau mengembalikan barang yang dipinjam tadi
memerlukan ongkos, maka ongkos itu hendaklah dipukul oleh yang meminjam.
Sabda Rasulullah Saw:
Dari Samurah, “Nabi Saw. Telah bersabda, tanggung
jawab barang yang diambil atas yang mengambil sampai dikemabalikannya barang
itu.’’ (RIWAYAT LIMA AHLI HADIS, SELAIN NASAI).[6]
2.4 SIFAT AKAD ARIYAH
Menurut ulama Hanafiyah, Syafi’ah dan
Hanabilah, status kepemilikan yang ada pada peminjam adalah kepemilikan yang ghairu
lazim (Tidak mengikat), pemilik barang dapat menarik kembali barang yang
dipinjamkan, begitupula peminjam berkewjiban mengembalikan barang pinjamannya
menurut jangka waktu yang dikehendaki baik ariyah mutlaqah maupun muqayyadah .
pendapat ini berpegang pada hadits Nabi:
بل عا ر ية مؤد ة
Ariyah itu Wajib dikembalikan
Namun orang
yang meminjamkan (mu’ir) tidak boleh memaksa peminjam untuk mengembalikan
barang pinjaman bila hal itu mumudaratkan peminjam.
Malikiyah dalam
pendapatnya yang masyur berpendapat, tidak ada hak bagi mu’ir untuk
menarik kembali barang pinjaman sebelum dimanfaatkan oleh peminjam. Bila ariyah
itu mempunyai batas waktu, mu’ir tidak boleh menarik barang peminjam
kecuali sampai batas waktu. Barang pinjaman apakah tanggungan (dhaman) atau hanya bersifat amanah
bagi peminjam, dalam hal ini timbul perbedaan pendapat ulama. Hanafiyah
berpendapat pinjaman adalah amanah bagi peminjam, bukan tanggungan (dhaman),
sama halnya dengan wadi’ah ijarah, maka tidak wajib bagi peminjam mengganti
barang pinjaman bila barang pinjaman rusak tanpa disengaja berdasarkan hadits
Nabi:
ليس على الىستهير ضما ن
Tidak ada tanggungan bagi peminjam.
Syafi’I dan Maliki berpendapat pinjaman
adalah tanggungan berdasarkan hadits Nabi:
بل عا ر ية مضمو نة مو داة
Ariyah adalah pinjaman yang menjadi
tanggungan dan dikembalikan.
Meurut maliki bila peminjam memakai barang pinjaman yang mungkin dapat mengurangi
nilai barang seperti pakaian maka peminjam menanggung kerugian dan mengganti
kerusakan barang tersebut. Apabila barang penjamin hilang aatau hancur, bila
peminjam dapat membuktikan bahwa kerusakan atau hilangnya barang tersebut di
luar kemampuannya, maka peminjam tidak mengganti. Namu bila tidak dapat
membuktikan maka ia harus mengganti kerusakan atau hilangnya barang peminjam.
Syafi’iyah berpendapat, pada prinsipnya tidak ada tanggungjawab musta’ir
untuk mengganti rugi bila barang pinjaman rusak atau hilang selama barang
pinjaman tersebut dipergunakan dalam batas keizianan pemilik barang. Namun bila
musta’ir mempergunakan barang pinjamn di luar batas keizinan, kemudian
barang rusak atau hilang maka musta’ir wajib mengganti kerusakan tersebut.
Berpegang pada prinsip saling menguntungkan antara yang berakad maka
dalam suatu transaksi tidak boleh ada pihak yang dirugikan. Dengan demikian
dalam ariyah pihak yang meminjam berkewajiban mengganti barang pinjaman yang
rusak selama barang tersebut masih berada dalam kekuasaannya. Karena peminjam
telah memperoleh manfaat dari barang yang dipinjamnya. Ariyah atau
pinjam-meminjam merupakan keizinan pemanfaatan barang buat sementara waktu
bukan pemindahan milik. Apabila telah habis waktu yang ditentukan, maka peminjam
wajib mengembalikan barang pinjamannya kepada pemilik barang. Karena pada
hakikatnya barang peminjaman merupakan amanat yang wajib dikembalikan. Semua
itu telah digariskan Allah Swt. Dalam Qs. 4:58:
¨bÎ) ©!$# öNä.ããBù't br&
(#rxsè?
ÏM»uZ»tBF{$# #n<Î) $ygÎ=÷dr&
#sÎ)ur
OçFôJs3ym
tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# br&
(#qßJä3øtrB
ÉAôyèø9$$Î/ 4 ¨bÎ) ©!$# $KÏèÏR
/ä3ÝàÏèt
ÿ¾ÏmÎ/ 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x.
$JèÏÿx #ZÅÁt/ ÇÎÑÈ
“Sesungguhnya
Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh
kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan
adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu.
Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.[7]
2.5
BERAKHIRNYA AKAD ARIYAH
Akad peminjaman berakhir karena beberapa hal berikut ini.
1.
Pemberi pinjaman meminta agar pinjamannya dikembalikan. Hal ini
karena akad peminjaman tidaklah mengikat, sehingga ia berakhir dengan
pembatalan (fasakh).
2.
Peminjaman mengembalikan barang yang dia pinjam. Jika peminjaman
mengembalikan barang yang dia pinjam, maka akad peminjaman pun berakhir, baik
setelah berakhirnya masa peminjaman maupun sebelumnya.
3.
Salah satu pihak pelaku akad gila atau tidak sadarkan diri. Hal ini
dikarenakan hilangnya kecakapan untuk memberi secara sukarela yang dibutuhkan
untuk melakukan akad selama berlansungnya akad.
4.
Kematian salah satu pihak pelaku akad, pemberi pinjaman atau
peminjam. Hal ini karena peminjaman adalah pemberi izin kepada orang lain untuk
mangambil manfaat dari barang pinjaman. Dengan adanya kematian, maka izin dan
orang yang diizinkan tidak ada lagi.
5.
Al-Hajr (pelarangan untuk membelanjakan harta) terhadap salah satu
pihak pelaku akad karena kedunguan (safah). Karena dengan adanya hajr ini, maka
orang yang mahjur kehilangan kelayakan menyumbangkan harta secara sukarela,
sehingga akad pinjaman pun menjadi batal.
6.
Al-hajr yang disebabkan kebangkrutan pemberi pnjaman. Hal ini
karena dengan kebangkrutannya, maka dia tidak boleh mengabaikan manfaat dari
harta bendanya dan tidak mengambilnya. Ini adalah untuk kepentingan para
pemberi utangnya.[8]
2.6 APLIKASI TERHADAP PERBANKAN
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Ariyah merupakan perbuatan pembolehan memanfaatkan
barang milik oleh seseorang kepada orang lain pada waktu tertentu tanpa ada
imbalan. Ariyah merupakan pekerjaan yang disunatkan agama, karena akad ini
murni tolong menolong tanpa ada usnsur komersil.
Firman Allah Swt:
tbqãèuZôJtur
tbqãã$yJø9$# ÇÐÈ
“Dan
enggan (menolong dengan) barang berguna”
Secara umum, jumhur ulama fiqih menyatakan bahwa rukun ariyah ada
empat, yaitu: Mu’ir (peminjam), Musta’ir (yang meminjam), Mu’ar
(barang yang dipinjam), Shigaht, yakni sesuatu yang menunjukkan
kebolehan untuk mengambil manfaat, baik dengan ucapan maupun perbuatan. Syarat Ariyah Sebagai Berikut: Adanya Pihak Yang Meminjamkan
(Mu’ir) dengan syarat orang yang berakal sehat serta mengerti akad, Adanya
Pihak Yang Dipinjamkan, Adanya Objek Yang Dipinjamkan,Terjadi akad pinjam
meminjam (ijab kabul). Macam-Macam Ariyah, Meurut ulama hanafiyah ariyah
terbagi pada empat macam yaitu: 1.Ariyah mutlaqah, 2.Ariyah mqayyadah, 3. Ariyah
yang dibatasi cara waktu pemanfaatan namun bebas dalam cara pemanfaatan, 4. Ariyah yang dibatasi cara pemanfaatan
namun dibatasi waktu pemanfaatan. Sedangkan malikiyah dan syafi’iyah membagi
ariyah pada dua bentuk yaitu mutlaqah dan muqayyadah saja.
DAFTAR PUSTAKA
Wahbah Az-Zuhaili,. “ Fiqih Islam “, Jakarta : Gema Insani,
2011
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Hukum Fiqh
Islam), Baandung: Sinar Baru Algensindo,
Rozalinda,.Fiqh Muamalah dan Aplikasinya
Pada Perbankan Syariah,. Padang: Hayfa Press,2005
Mardani, fiqh ekonomi
syari’ah, Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2013
Rahmat Syafei,. Fiqh Muamalah, Bandung: CV. Pustaka Setia
[1]Mardani, fiqh ekonomi
syari’ah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), hlm. 329
[4] Mardani, fiqh ekonomi
syari’ah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), hlm. 329-333
[5] Rozalinda,.Fiqh Muamalah dan Aplikasinya
Pada Perbankan Syariah,. (Padang: Hayfa Press,2005) Ed. 1 Cet 1. Hlm.
116-117
[6] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Hukum Fiqh
Islam), (Baandung: Sinar Baru Algensindo, 2012),. Hlm. 324-325
PINJAMAN THERESA
BalasHapusKami saat ini menyediakan pinjaman untuk taruhan Asia Tengah, Amerika, dunia liar
negara, dll. @ 2% Suku Bunga tanpa PENGENDALIAN KREDIT dari USD5000, hingga miliaran dolar selama 12-144 Bulan.
Remunerasi Pinjaman kami dimulai dalam 3 bulan setelah penerima menerima pinjaman pada hari persetujuan dan kami menawarkan variasi
pinjaman, termasuk:
* Konsolidasi hutang
* Pinjaman Bisnis
* Pinjaman pribadi
* Kredit Pemilikan Rumah
* Kredit Pembiayaan Mobil
✔. Daftar hitam bisa berlaku
✔. TANPA CHECK KREDIT
✔. Tinjauan hutang atau perintah pengadilan mungkin berlaku
✔.ETC dapat diterapkan.
Pinjaman Tunai Theresa Perusahaan ini adalah a
film pinjaman terdaftar dan resmi dan kami menawarkan pinjaman kepada semua warga yang masuk daftar hitam, TANPA PERIKSA KREDIT.
Ajukan sekarang dengan nomor ponsel Anda, nomor ID, nama lengkap, jumlah pinjaman dan periode pinjaman ke Email
: Theresaloancompany@gmail.com nomor kantor ++ 12817208403
Untuk kejelasan lebih lanjut, jangan ragu untuk menghubungi kami atau WhatsApp (+12817208403).
Salam Hormat,
Ada
Pengiklan Pinjaman (Pr),
Pinjaman theresa 📩
PINJAMAN THERESA
BalasHapusKami saat ini menyediakan pinjaman untuk taruhan Asia Tengah, Amerika, dunia liar
negara, dll. @ 2% Suku Bunga tanpa PENGENDALIAN KREDIT dari USD5000, hingga miliaran dolar selama 12-144 Bulan.
Remunerasi Pinjaman kami dimulai dalam 3 bulan setelah penerima menerima pinjaman pada hari persetujuan dan kami menawarkan variasi
pinjaman, termasuk:
* Konsolidasi hutang
* Pinjaman Bisnis
* Pinjaman pribadi
* Kredit Pemilikan Rumah
* Kredit Pembiayaan Mobil
✔. Daftar hitam bisa berlaku
✔. TANPA CHECK KREDIT
✔. Tinjauan hutang atau perintah pengadilan mungkin berlaku
✔.ETC dapat diterapkan.
Pinjaman Tunai Theresa Perusahaan ini adalah a
film pinjaman terdaftar dan resmi dan kami menawarkan pinjaman kepada semua warga yang masuk daftar hitam, TANPA PERIKSA KREDIT.
Ajukan sekarang dengan nomor ponsel Anda, nomor ID, nama lengkap, jumlah pinjaman dan periode pinjaman ke Email
: Theresaloancompany@gmail.com nomor kantor ++ 12817208403
Untuk kejelasan lebih lanjut, jangan ragu untuk menghubungi kami atau WhatsApp (+12817208403).
Salam Hormat,
Ada
Pengiklan Pinjaman (Pr),
Pinjaman theresa 📩